Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sejumlah komoditas pangan seperti beras masih menyumbang kenaikan Indeks Perkembangan Harga (IPH) pada pekan pertama Februari 2024 atau dua minggu sebelum Pemilihan Umum (Pemilu).
Meroketnya harga beras tersebut juga terjadi seiring dengan kebijakan penyaluran bansos secara besar-besaran oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti harga beras masih terus mengalami kenaikan di sejumlah wilayah. BPS mencatat jumlah wilayah yang mengalami kenaikan harga beras pada pekan pertama Februari 2024 sebanyak 179 kabupaten/kota atau naik dibandingkan pekan sebelumnya sebanyak 142 kabupaten/kota.
Adapun rata-rata harga beras pada pekan pertama Februari 2024 sebesar Rp14.107 per kilogram mengalami kenaikan dibandingkan harga rata-rata beras pada pekan terakhir Januari 2024 sebesar Rp13.973 per kilogram.
"Jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras terus bertambah," kata Amalia belum lama ini.
Dia mengatakan, kenaikan harga beras hingga pekan pertama Februari 2024 dipengaruhi oleh ketersediaan beras yang masih minimal dibandingkan dengan kebutuhan.
Baca Juga
Adapun BPS memperkirakan stok beras pada Januari 2024 (selisih produksi dengan konsumsi bulanan) mengalami defisit 1,63 juta ton dan dan surplus tipis sebanyak 1,15 ton pada Februari 2024.
"Kalau kita lihat surplus beras mulai akan terjadi pada Maret 2024, sedangkan tahun lalu surplus beras sudah mulai terjadi di Februari [2023]," katanya.
Bansos Beras Pemerintah
Pemerintah pada hari ini, Kamis (8/2/2024) menghentikan sementara penyaluran bantuan pangan beras guna memastikan kondusifitas Pemilu yang bakal digelar pada 14 Februari 2024. Bantuan akan kembali disalurkan pada 15 Februari 2024.
Di sisi lain, dia menepis sejumlah tudingan yang menyebut bantuan pangan dipolitisasi. Arief menegaskan, program bantuan pangan berupa beras ini merupakan program yang telah disiapkan cukup lama dan telah disalurkan jauh sebelum Pemilu akan dilangsungkan.
“Kita mau sampaikan bahwa tidak ada politisasi dalam bantuan pangan beras pemerintah ini kepada 22 juta keluarga penerima manfaat, sehingga nanti pada waktunya mencoblos memang tidak terkait antara bantuan pangan dengan Pemilu,” tegasnya.
Meski program bantuan pangan dihentikan untuk sementara waktu, Arief memastikan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) tetap berjalan seperti biasanya. Tujuannya, memastikan stok beras terseda di semua lini pasar mengingat kebutuhan beras dalam 1 bulan mencapai 2,6 juta ton.
Dengan demikian, lanjut Arief, pengiriman stok cadangan beras pemerintah atau cbp ke Pasar Induk Beras Cipinang, ke pasar-pasar, ke ritel modern, tidak boleh berhenti.
Kemudian, terkait informasi viral yang sempat beredar beberapa waktu lalu mengenai beras SPHP yang ditempeli atribut paslon tertentu, Arief menegaskan bahwa beras SPHP bukan merupakan beras gratis melainkan beras yang dapat dibeli dimana pun.
Selain itu, dia memastikan beras yang keluar dari gudang Bulog tidak mungkin ditempeli dengan atribut paslon tertentu.
“SPHP itu target penyaluran di tahun ini 1,2 juta ton dan dalam kemasannya memuat logo Badan Pangan Nasional dan Perum Bulog, sehingga masyarakat secara luas juga bisa saling mengawasi, bahwa beras ini adalah beras pemerintah,” jelasnya.