Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Debat Kelima Capres, Setumpuk PR Sektor Pendidikan dan Ketenagakerjaan Menanti

Debat kelima Pilpres 2024 akan membahasa sejumlah tema di antaranya pendidikan dan ketenagakerjaan yang masih menyisakan segudang masalah
Jelang Debat Kelima Capres, Setumpuk PR Sektor Pendidikan dan Ketenagakerjaan Menanti. Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan (kanan), Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto (tengah), dan Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo saat Debat Capres Perdana di Jakarta, Selasa (12/12/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Jelang Debat Kelima Capres, Setumpuk PR Sektor Pendidikan dan Ketenagakerjaan Menanti. Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan (kanan), Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto (tengah), dan Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo saat Debat Capres Perdana di Jakarta, Selasa (12/12/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Debat kelima Pilpres 2024 malam ini di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (4/2/2024), salah satunya akan mengangkat tema pendidikan dan ketenagakerjaan.

Pendidikan menjadi salah satu aspek penting dari visi-misi para pasangan calon (paslon) yang akan berkontestasi pada level kepemimpinan nasional lima tahun ke depan. Pendidikan juga memiliki pengaruh penting terhadap ketenagakerjaan.  

Terkait dengan pendidikan, salah satu indeks yang menggambarkan kualitas pendidikan di suatu negara yakni Program for International Student Assessment (PISA). Penilaian yang dilakukan oleh Organization for Economic Co-Operation dan Development (OECD) selama tiga tahunan sejak tahun 2000 itu guna mengevaluasi prestasi siswa berusia 15 tahun. 

Skor PISA setidaknya menunjukkan kualitas pendidikan para pelajar di suatu negara dalam aspek matematika, sains dan literasi atau membaca. Penilaian PISA oleh OECD terbaru yakni digelar untuk 2022. Skor PISA itu seharusnya dilakukan pada 2021, tetapi mundur karena adanya pandemi Covid-19. Pada 2022, penilaian PISA diikuti oleh 81 negara. 

Hasilnya, skor PISA 2022 untuk Indonesia menunjukkan kualitas pendidikan Tanah Air kembali mengalami penurunan. Skor kompetensi terkait dengan literasi, numerasi dan sains pelajar Indonesia kompak lebih rendah dibandingkan dengan penilaian periode sebelumnya yakni 2018.

Ditinjau dari skor literasi atau membaca, Indonesia memiliki nilai rata-rata sebesar 359 pada 2022. Angka tersebut menurun 12 poin dibandingkan periode 2018 dengan skor 371. 

Kemudian, skor numerasi atau perhitungan matematika Indonesia sebesar 366 poin. Nilainya juga turun 13 poin dibandingkan tahun 2018 dengan nilai 379 poin. 

Selain itu, penilaian sains yang dimiliki Indonesia sebesar 383 poin. Angkanya juga menurun dari 2018 yang sebesar 396 poin. 

Dari tiga skor kompetensi PISA itu, Indonesia tertinggal cukup jauh dari negara-negara di Asean seperti Indonesia kalah dengan negara-negara Asean seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Vietnam. Namun, Indonesia masih berada di atas Filipina dan Kamboja. 

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyampaikan bahwa penurunan kualitas pembelajaran tersebut terjadi akibat pandemi. Namun dia mengatakan bahwa penurunan tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga secara internasional.

"Secara skor absolut memang terdapat penurunan. Namun seluruh dunia juga mengalami learning loss. Kami melakukan analisa dan perbandingnan dengan negara lain untuk memonitor bagaimana status learning loss di Indonesia. Ternyata, peringkat PISA 2022 di Indonesia naik 5-6 posisi dibandingkan dengan 2018," ujarnya, Desember 2023 lalu. 

Ekonom senior Faisal Basri bahkan menyebut skor PISA Indonesia sudah lebih rendah dari periode 2000. Dia menyebutb penurunan signifikan terjadi pada saat pemerintahan periode kedua Presiden Jokowi. 

"Matematika, science dan reading literacy merosot di era Jokowi terutama era Jokowi 2. Sedemikian rupa merosotnya sehingga level math, science dan reading literacy indoensia 2022 sudahh lebih rendah dari tahun 2000. Lebih rendah dari 2000," katanya pada peluncurkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) oleh Transparency International Indonesia (TII) di Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Kualitas pendidikan di Indonesia tidak tercermin dari anggaran yang telah digelontorkan oleh pemerintah melalui APBN. Padahal, anggaran pendidikan sudah diwajibkan minimal 20% dari APBN sebagaimana amanat pasal 31 ayat 4 UUD 1945 amandemen ke-4. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), alokasi anggaran pendidikan dalam APBN tercatat hampir selalu meningkat sejak periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Mulai dari 2014, alokasi anggaran pendidikan tercatat sebesar Rp353 triliun. Kemudian, angka itu naik ke Rp390 triliun (2015), turun ke Rp371 triliun (2016), naik ke Rp406 triliun (2017), naik ke Rp432 triliun (2018), dan naik ke Rp460 triliun (2019). 

Kemudian, anggaran pendidikan lanjut mengalami penaikan ke angka Rp474 triliun (2020), Rp480 triliun (2021), Rp480 triliun (2022), naik ke Rp552 triliun (2023) berdasarkan outlook APBN dan naik ke Rp661 triliun pada RAPBN 2024.

Akan tetapi, perlu dicatat bahwa darurat pandemi Covid-19 yang dimulai sejak 2020 dinilai oleh OECD sebagai faktor utama dari penurunan kualitas pendidikan di seluruh dunia. OECD bahkan secara umum melihat penurunan skor sains dan literasi membaca secara global sudah mulai menunjukkan tren penurunan sejak 2018. 

Angka Pengangguran Masih Tinggi

Adapun kualitas pendidikan Indonesia yang masih rendah juga tercermin dari aspek ketenagakerjaan

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2023 mencatat bahwa dari 146,62 juta orang angkatan kerja, sebanyak 7,99 juta orang di antaranya merupakan pengangguran. Angka itu lalu turun pada data BPS per Agustus 2023 menjadi 7,86 juta. 

Sementara itu, Sakernas BPS menemukan bahwa 138,63 juta orang merupakan angkatan bekerja. Penduduk bekerja itu didominasi oleh pekerja informal yakni 60,12% dan sisanya 39,88% pekerja formal. 

Dari angka 7,99 juta orang yang menganggur berdasarkan Sakernas Februari 2023, 5,59% merupakan lulusan pendidikan tinggi (diploma ke atas). Sementara itu, 8,41% berasal dari SMA/sederajat dan 3,85% dari tingkat dasar atau SD, tidak/belum tamat SD, dan SMP/sederajat. 

Sejalan dengan hal tersebut, total angkatan kerja di Indonesia didominasi oleh penduduk berpendidikan tingkat dasar yakni 55,22%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper