Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Ibrahim Kholilul Rohman

Dosen Ekonomi Digital, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Dia meraih gelar doctor of philosophy (Ph.D) di bidang Technology and Society dari Chalmers University of Technology

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Bara Ekonomi dari Perairan Laut Merah

Konflik yang terjadi di perairan Laut Merah, akan terdapat dampak langsung dan tidak langsung bagi Indonesia.
Helikopter militer Houthi melayang di atas kapal kargo Galaxy Leader saat para pejuang Houthi berjalan di dek kapal di Laut Merah dalam foto ini yang dirilis pada 20 November 2023. Media/Handout Militer Houthi melalui REUTERS
Helikopter militer Houthi melayang di atas kapal kargo Galaxy Leader saat para pejuang Houthi berjalan di dek kapal di Laut Merah dalam foto ini yang dirilis pada 20 November 2023. Media/Handout Militer Houthi melalui REUTERS

Bisnis.com, JAKARTA - Konflik yang terjadi di Timur Tengah kian meluas dan merembet ke perairan Laut Merah. Blokade dan serangan oleh kelompok pemberontak Houthi Yaman (Ansar Allah) sebagai bentuk dukungannya terhadap perjuangan Palestina menimbulkan ancaman terhadap perekonomian regional maupun global.

Data Statista menunjukkan lebih dari 22.000 kapal transit melalui kanal terusan Suez di ujung utara Laut Merah pada 2022 yang menjadi jalur utama perdagangan Asia-Eropa dan berkontribusi terhadap 10% dari jalur perdagangan dunia. Karenanya Mesir adalah salah satu negara yang terdampak secara langsung dari krisis di Laut Merah ini.

Sejak pertengahan Desember, 13 operator pelayaran global utama termasuk Maersk, Hapag-Lloyd, dan MSC telah mengumumkan penangguhan sebagian perjalanan atau perubahan rute layanan mereka di Laut Merah. Perusahaan-perusahaan yang banyak mengoperasikan mother vessels ini menguasai lebih dari 70% lalu lintas angkutan maritim dunia terutama untuk kargo peti kemas.

Secara teknis dengan semakin berisikonya perairan di Laut Merah yang terhubung dengan Terusan Suez, kapal masih bisa berputar melalui Tanjung Harapan, Afrika Selatan terutama untuk rute Asia-Eropa dan sebaliknya. Bahkan sejak November— Desember 2023, tercatat sudah 55 kapal memilih solusi tersebut.

Namun, rerouting ini akan berimplikasi pada penambahan waktu perjalanan hingga 10 hari sehingga bisa meningkatkan kenaikan biaya operasi hingga US$1 juta per kapal akibat keterlambatan dan tagihan yang lebih tinggi (demurrage).

Secara industri, dampak dari krisis di Laut Merah menjalar ke mana-mana. Data terbaru dari Bloomberg Intelligence menunjukkan tarif pengiriman peti kemas melonjak secara dramatis, ditunjukkan dengan kenaikan freight rates di minggu kedua Januari dari Asia (China Daratan) ke Eropa yang meningkat sekitar 80% dibandingkan dengan Desember 2023. Demikian pula, pada rute China ke pelabuhan-pelabuhan di Pesisir Timur AS (east coast) mengalami kenaikan 40%. Yang lebih parah adalah rute kargo China Daratan ke wilayah Mediterania mengalami kenaikan lebih dari dua kali lipat dari tarif sebelumnya.

Rute melewati Laut Merah dan Terusan Suez adalah rute standar yang menghubungkan Asia dan Eropa serta Asia dan pelabuhan timur Amerika. Pada Desember 2023, lalu lintas perdagangan global bulanan tercatat sebesar 14,866 juta Twenty Equivalent Units (TEUs)—Satuan untuk satu kontak peti kemas standar. Dari proporsi ini, rute Asia ke Amerika adalah sebesar 1.8 juta TEUs atau berkontribusi sebesar 12%. Sedangkan rute Asia ke Eropa mencapai 1,26 juta TEUs atau sekitar 8% dari perdagangan global.

Dampak berantai pada harga komoditas juga teramati terutama pada harga minyak mentah. Sebelum serangan pertama yang dipimpin AS di Yaman pada 12 Januari 2024, harga sudah meningkat setidaknya 6%, mencapai U$78 per barel pada 18 Januari 2024.

Memperburuk situasi yang ada, biaya asuransi juga melonjak karena risiko yang meningkat bagi kapal yang melintasi perairan ini. Menurut analis Bloomberg, penanggung asuransi sekarang menagih hingga 1% biaya tambahan dari nilai kapal yang melintasi jalur tersebut.

Jumlah ini sangat besar jika melihat harga kapal-kapal besar yang biasa melintas di jalur tersebut. Per Januari 2024, data di Bloomberg Intelligence Shipping menunjukkan bahwa kapal yang tergolong very large crude carrier (VLCC) yang biasa untuk mengangkut minyak mentah berharga US$120 juta.

Sementara itu, jenis Post-Panamax dan Ultra-Large Container Vessels (ULCV) yang digunakan untuk mengangkut peti kemas hingga 20.000 TEUs bisa mencapai harga US$80 juta. Jenis kapal lainnya, yakni Bulker Capesize yang digunakan untuk mengangkut komoditas seperti batu bara bisa mencapai seharga US$60 juta, sehingga setidaknya 600—1,5 juta tambahan biaya harus dibayarkan ke pihak asuransi.

Bagaimana dampaknya bagi Indonesia?

Secara umum akan terdapat dampak langsung dan tidak langsung bagi Indonesia. Sebuah studi yang dilakukan oleh Martincus pada 2014 pada jurnal Economic Letters menjelaskan bahwa pada setiap kenaikan 1% dalam freight rates dapat mengakibatkan penurunan 6,5% pada nilai ekspor perusahaan.

Karenanya diperlukan antisipasi bagi Indonesia karena kontribusi Eropa, Amerika Utara, dan Timur Tengah terhadap total ekspor Indonesia cukup besar. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada 2022, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa sekitar US$28 miliar, US$35 miliar ke Amerika Utara, dan sekitar US$10 miliar dari negara-negara Timur Tengah.

Ketiganya berkontribusi sekitar 20%—25% dari nilai total ekspor Indonesia. Rasio ini mungkin akan lebih kecil karena sebagian ekspor Indonesia ke Amerika melalui pantai barat yang relatif tidak terpengaruh dengan kondisi di Laut Merah.

Selain itu, kita juga harus mengantisipasi dampak tidak langsung dari krisis ini. Dalam sebuah studi IFG Progress pada 2022, diperkirakan bahwa freight rates berkontribusi terhadap inflasi dengan koefisien 0,032. Ini berarti bahwa kenaikan 1% dalam tarif pengiriman dapat mengakibatkan peningkatan inflasi sebesar 0,03% pada harga input, yang selanjutnya mempengaruhi tingkat inflasi.

Pada 18 Januari 2024, tarif pengiriman dari China Daratan ke Mediterania melonjak lebih dari 100%. Sebelumnya pada US$5,440/FEU pada 18 Januari 2024 dibandingkan dengan US$2,414/FEU pada 22 Desember 2023. Jika tren ini berlanjut, kenaikan freight rates bisa berpotensi mendorong harga input di Indonesia lebih dari 3% yang bisa memberikan tekanan pada aktivitas ekonomi domestik yang tergantung terhadap imported raw materials.

Sebagai penutup, seberapa lama durasi konflik Timur Tengah yang merembet di Laut Merah saat ini masih belum pasti. Makin lama durasi konflik ini akan menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung bagi perekonomian global, regional dan nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper