Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI membeberkan wilayah dengan jumlah temuan makanan tidak memenuhi ketentuan (TMK) terbanyak menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024.
Sebagai informasi, BPOM RI menyita total 4.441 item atau 86.034 produk makanan tidak memenuhi ketentuan senilai Rp1,6 miliar yang diumumkan pada Kamis (21/12/2023).
Plt. Kepala BPOM RI Lucia Rizka Andalusia mengatakan bahwa pangan yang tidak memenuhi ketentuan terbagi dalam tiga jenis, yaitu tanpa izin edar (TIE), kedaluwarsa, dan rusak.
“Beberapa wilayah atau kabupaten/kota dengan jumlah temuan pangan tidak memenuhi ketentuan terbanyak, untuk pangan yang tidak memiliki izin edar impor ada di Jakarta; Tarakan; Batam; Riau di Kota Pekanbaru; dan Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat,” katanya dalam jumpa pers di Kantor BPOM RI, Jakarta Pusat pada Kamis (21/12/2023).
Sementara itu, untuk produk pangan tidak memenuhi ketentuan dengan jenis kedaluwarsa ditemukan di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT); Kabupaten Sumba Timur, NTT; Kota Sofifi, Maluku Utara; serta Kabupaten Pulau Morotai di Maluku Utara.
“Untuk panganan rusak banyak ditemukan di Kabupaten Belu, Kabupaten Manokwari, Kota Pangkalpinang, Kota Ambon, dan kota Kendari,” lanjutnya.
Baca Juga
Rizka memaparkan lima jenis temuan pangan tanpa izin edar impor terbanyak terdiri dari bumbu siap pakai, makanan ringan ekstrudat, pasta dan mie, kembang gula/permen, dan makanan ringan non-ekstrudat.
Sementara itu, jenis pangan kedaluwarsa paling banyak terdiri dari biskuit, makanan ringan ekstrudat, pasta dan mi, bumbu siap pakai, dan biskuit.
“Dan panganan rusak bisa susu UHT, krimer kental manis, tepung bumbu, biskuit, dan ikan dalam kaleng,” lanjutnya.
Dirinya menjelaskan, produk rusak dan kedaluwarsa yang banyak ditemukan di wilayah Timur Indonesia kemungkinan disebabkan oleh rantai distribusi yang panjang. Terkait itu, pihaknya mengaku akan terus mengintensifkan pengawasan.
“Mungkin salah satu penyebabnya adalah rantai distribusi pangan di wilayah tersebut yang relatif lebih panjang, karena transportasi, jarak, dan sebagainya. Tapi tentunya tidak mengurangi niat kita bahwa di manapun juga, makanan yang dikonsumsi masyarakat harus aman,” pungkas Rizka.