Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jawa Jadi Battleground Para Capres di Kampanye Pilpres 2024

Pulau Jawa menjadi medan pertempuran paling sengit antara kandidat calon presiden dan partai politik.
Suasana penetapan nomor urut capres dan cawapres untuk pemilu 2024 di Jakarta, Selasa (14/11/2023). - Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Suasana penetapan nomor urut capres dan cawapres untuk pemilu 2024 di Jakarta, Selasa (14/11/2023). - Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Pulau Jawa menjadi medan pertempuran paling sengit antara kandidat calon presiden (capres) dan partai politik. Mereka semua mengharapkan suara optimal di wilayah padat penduduk ini.

Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa mencapai 154,28 juta atau sekitar 56 persen dari total populasi tahun 2022 sebanyak 275,7 juta.

Sementara dari jumlah populasi tersebut, Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah menetapkan sebanyak 204,8 juta daftar pemilih tetap (DPT), dengan jumlah 56,3 persen atau 115,37 adalah pemilih yang tinggal di Pulau Jawa.

Jika melihat riwayat Pemilu 2019 lalu, Pulau Jawa adalah battleground yang cukup sengit antara pendukung Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, melawan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin. Prabowo-Sandi menguasai Pulau Jawa bagian Barat (Banten dan Jawa Barat), kecuali DKI Jakarta. DKI Jakarta dimenangkan oleh pasangan Jokowi-Amin.

Sedangkan Jokowi Amin berhasil menang mutlak di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, hingga Jawa Timur. Kemenangan Jokowi-Amin di tiga provinsi mencapai lebih dari 60 persen. Di Jawa Tengah, Jokowi-Amin bahkan berhasil menang dengan perolehan suara sebanyak 77,26 persen.

Raihan suara Jokowi di Jateng, Jatim, dan DIY menjadi kunci kemenangan Jokowi pada Pilpres 2019 lalu.

Pemilu 2019
Pemilu 2019

Dengan riwayat pertarungan tersebut, serta jumlah populasi yang mencapai lebih dari 56 persen dari total pemilih, maka sangat wajar jika pulau Jawa lagi-lagi menjadi medan pertempuran pada kandidat.

Pengalaman Pilpres 2019 lalu kemudian menjadi benchmark bagi para elite politik untuk menentukan siapa yang akan diusung dan siapa calon pendampingnya. Bibit, bebet, bobot-nya, benar-benar ditimbang betul. Setidaknya sampai September hingga Oktober lalu, belum ada satupun koalisi yang secara definitif mengumumkan paket pasangan capres dan cawapres.

Manuver Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang beralih dari Gerindra ke koalisi pengusung Anies Baswedan, mencairkan kebuntuan penentuan koalisi. Cak Imin bisa dibilang berhasil membelokkan ekspektasi para pengamat politik pada waktu itu. Publik dibuat terkecoh.

Cak Imin adalah representasi dari PKB, partai yang lahir dan besar Nahdlatul Ulama (NU). NU maupun PKB mayoritas pemilihnya ada di Jawa Timur. Pada Pemilu 2019 lalu, PKB memperoleh 19,41 suara di Jawa Timur. PKB juga menjadi runner up di Jawa Tengah dengan perolehan suara sebanyak 14,09 persen.

Adapun Anies Baswedan adalah mantan Gubernur DKI Jakarta. Indikator Politik maupun Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatat bahwa, Anies memuncaki elektabilitas di DKI Jakarta dengan angka sebanyak 39,2 dan 36,3 persen. Kalau mengacu 2 survei itu, besar kemungkinan Anies menang di DKI Jakarta.

Sementara itu, pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka juga sama-sama merepresentasikan suara di Pulau Jawa baik secara genealogis maupun sosiologis. Prabowo memiliki modal besar, sebagai capres yang pernah menang di Jawa bagian Barat. Selain itu, partainya yakni Gerindra juga menjadi pemenang di Jawa Barat dengan perolehan suara sebesar 17,65 persen. (Lihat Grafik).

Pemilu 2019
Pemilu 2019

Di sisi lain, Prabowo juga ditopang oleh Gibran Rakabuming Raka. Gibran adalah putra sulung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi sendiri menjadi presiden setelah menang mutlak di Jateng, Jatim dan DIY. Pendukung Jokowi yang nonpartisan baik itu relawan hingga orang yang secara personal memilih mantan Gubernur DKI Jakarta itu, berpotensi beralih mendukung Prabowo-Gibran.

Hanya saja soal berapa persentasenya, satu-satunya indikator kuantitatif yang bisa digunakan untuk mengukur Gibran putra Jokowi effect bagi Prabowo bisa adalah lembaga survei. Indikator Politik dan Polltracking telah mempublikasikan data dan hasilnya menunjukkan bahwa adanya kenaikan dari sisi elektabilitas untuk Prabowo-Gibran. Versi Indikator Politik, elektabilitas Prabowo-Gibran melejit di angka 40,6 persen pada periode survei 27 Oktober sampai 1 November 2023.

Adapun, paslon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD juga merepresentasikan suara di Pulau Jawa plus Madura. Madura secara geografis adalah pulau tersendiri, tetapi masuk dalam administrasi Provinsi Jawa Timur. Ganjar adalah Gubernur Jawa Tengah dua periode. Sebelum Gibran maju, dia identik sebagai penerus Jokowi.

Pasang surut elektabilitas Ganjar sangat berkaitan dengan kepuasan publik terhadap Joko Widodo. Namun demikian, ketika putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres Prabowo, elektabilitas Ganjar mulai anjlok meski berpasangan dengan Mahfud MD. Suara Ganjar hanya ditopang oleh PDIP yang menjadi partai pemenang pada Pemilu 2019 lalu.

Pertanyaannya kini, setelah koalisi pendukung pemerintah terpecah ke tiga kandidat capres-cawapres, siapa yang bakal mewarisi 'limpahan suara' Jokowi pada Pilpres 2024 nanti? Apakah Anies, Gibran, atau Ganjar? 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper