Bisnis.com, SINGAPURA – Para emiten di Singapura telah mengalami peningkatan dalam hal pelaporan keberlanjutan. Meski begitu, pengungkapan untuk perubahan iklim masih belum berkembang.
Kesimpulan tersebut didapat berdasarkan sebuah studi dua tahunan yang dilakukan oleh Bursa Efek Singapura atau Singapore Exchange Regulation (SGX RegCo), dan Centre for Governance and Sustainability (CGS) di NUS Business School.
Penelitian terkait pelaporan keberlanjutan pertama kali dilakukan pada 2019. Hasilnya, skor meningkat dari 72 poin pada 2021 dan 61 pada 2019 menjadi rata-rata 75 pada 2023 kemungkinan 100 poin.
Meski begitu, pengungkapan informasi terkait perubahan iklim masih relatif kurang dikembangkan, terutama di kalangan emiten dengan kapitalisasi kecil.
Dari 535 emiten terdaftar di SGX yang mempublikasikan laporan keberlanjutannya, hanya 393 atau 73 persen yang memberikan pengungkapan terkait perubahan iklim berdasarkan kerangka Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD).
Emiten besar yang kapitalisasi pasarnya minimal $1 miliar dolar Singapura, lebih mampu memenuhi persyaratan pelaporan iklim SGX yang baru berdasarkan rekomendasi TCFD.
Baca Juga
Director Centre for Governance and Sustainability NUS Business School Lawrence Loh mengatakan bahwa tinjauan ketiga ini merupakan edisi pertama yang mempertimbangkan pengungkapan perubahan iklim sehingga baru pertama kali dilaporkan oleh banyak emiten.
Penerapan pengungkapan perubahan iklim telah memberikan pencerahan pada bidang-bidang yang memerlukan pengembangan signifikan, khususnya emiten-emiten kecil.
Di saat yang sama, lanskap global terus menekankan keberlanjutan. Oleh karena itu, Lawrence berharap temuannya akan menginspirasi perusahaan untuk mengevaluasi kembali dan meningkatkan praktik-praktik yang mereka lakukan.
“Dengan mengambil langkah-langkah proaktif, kami yakin dapat mengambil satu langkah lebih dekat untuk memenuhi komitmen pemerintah dalam bidang keberlanjutan dalam mencapai net-zero emissions,” katanya saat pemaparan penelitian di Kampus NUS, Singapura, Kamis (23/11/2023).
Laporan tersebut juga mencakup tips untuk membantu investor dalam menganalisis laporan keberlanjutan serta mengenai greenwashing yang semakin banyak diteliti oleh para pemangku kepentingan. Kajian ini juga menelaah rencana transisi iklim yang dilakukan emiten untuk pertama kalinya.
CEO SGX RegCo Tan Boon Gin menjelaskan, meskipun perusahaan-perusahaan pada umumnya kompeten dalam pelaporan keberlanjutan, kualitas pengungkapan iklim lebih tidak merata.
“Hal ini memang wajar mengingat cepatnya penerapan persyaratan baru. Namun, kami tidak mempunyai banyak waktu. Kami berharap laporan ini akan membantu perusahaan-perusahaan untuk menutup kesenjangan antara kondisi mereka saat ini dan apa yang diharapkan dari kredensial ramah lingkungan mereka,” jelasnya.