Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2050, Panas Ekstrem Diprediksi Bunuh Hampir 5 Kali Lebih Banyak Manusia

Tim ahli internasional memperingatkan bahwa kemungkinan hampir lima kali lebih banyak orang akan terbunuh akibat panas ekstrem dalam beberapa dekade mendatang.
Ilustrasi cuaca panas dna gerah./bmkg
Ilustrasi cuaca panas dna gerah./bmkg

Bisnis.com, JAKARTA - Tim ahli internasional memperingatkan bahwa kemungkinan hampir lima kali lebih banyak orang akan terbunuh akibat panas ekstrem dalam beberapa dekade mendatang.

Tanpa tindakan terhadap perubahan iklim, kesehatan umat manusia berada dalam risiko besar.

Menurut The Lancet Countdown, sebuah penilaian tahunan besar yang dilakukan oleh para peneliti dan lembaga terkemuka menyatakan bahwa panas yang mematikan hanyalah salah satu dari banyak dampak penggunaan bahan bakar fosil yang terus meningkat di dunia yang mengancam kesehatan manusia.

Para peneliti memperingatkan bahwa kekeringan yang sering terjadi akan menyebabkan jutaan orang berisiko kelaparan, nyamuk yang membawa penyakit menular, dan sistem kesehatan akan kesulitan mengatasi masalah tersebut.

Melansir CNA, Rabu (15/11/2023), dampak buruk tersebut kemungkinan akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah umat manusia.

Pemantau iklim Eropa menyatakan bahwa bulan lalu adalah Oktober menjadi bulan terpanas yang pernah tercatat. Prediksi tersebut terjadi menjelang perundingan iklim COP28 di Dubai pada akhir bulan ini.

Laporan Lancet Countdown menyatakan bahwa meskipun ada seruan untuk melakukan tindakan global, emisi karbon yang terkait dengan energi mencapai titik tertinggi baru pada tahun lalu.

Lembaga itu menyoroti masih besarnya subsidi pemerintah dan investasi bank swasta pada bahan bakar fosil yang jadi sumber pemanasan bumi.

Hasil studi Lancet Countdown juga melaporkan bahwa orang-orang di seluruh dunia rata-rata terpapar suhu yang mengancam jiwa selama 86 hari, pada tahun lalu. Adapun 60 persennya menjadi dua kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim.

Direktur Eksekutif Lancet Countdown Marina Romanello mengatakan bahwa jumlah orang berusia di atas 65 tahun menjadi korban meninggal dunia karena panas meningkat sebesar 85 persen dari 1991-2000 hingga 2013-2022.

“Namun dampak yang kita lihat saat ini bisa jadi hanya gejala awal dari masa depan yang sangat berbahaya,” katanya.

Berdasarkan scenario, suhu dunia akan meningkat sebesar 2 derajat Celcius pada akhir abad ini, saat ini berada pada 2,7 derajat Celcius. Kematian tahunan akibat panas diperkirakan akan meningkat sebesar 370 persen pada 2050. Angka ini berarti peningkatan sebesar 4,7 kali lipat.

Menurut proyeksi tersebut, sekitar 520 juta orang akan mengalami kerawanan pangan tingkat sedang atau parah pada pertengahan abad ini.

Penyakit Menular

Selain itu, menurut penelitian tersebut, penyakit menular yang dibawa oleh nyamuk akan terus menyebar ke wilayah-wilayah baru. Penularan demam berdarah akan meningkat sebesar 36 persen jika terjadi pemanasan 2 derajat Celcius.

Adapun lebih dari seperempat kota yang disurvei oleh para peneliti mengungkap rasa khawatirnya terhadap perubahan iklim yang akan membebani kemampuan mereka untuk mengatasinya.

Salah satu peneliti Lancet Countdown Georgiana Gordon-Strachan, kampung halamannya di Jamaika, saat ini sedang dilanda wabah demam berdarah.

“Kita menghadapi krisis di atas krisis,” ujarnya.

Dia mengatakan masyarakat yang tinggal di negara-negara miskin adalah pihak yang paling terkena dampak kesehatannya.

Menurutnya, negara-negara itu yang paling tidak mampu mengakses pendanaan dan kapasitas teknis untuk beradaptasi terhadap badai mematikan, naiknya permukaan air laut, dan kekeringan yang merusak tanaman, yang diperburuk oleh pemanasan global.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menanggapi laporan tersebut dengan mengatakan bahwa umat manusia sedang menghadapi masa depan yang rentan.

“Kita sudah melihat bencana kemanusiaan yang terjadi di mana kesehatan dan mata pencaharian miliaran orang di seluruh dunia terancam oleh suhu panas yang memecahkan rekor, kekeringan yang menyebabkan gagal panen, meningkatnya kelaparan, meningkatnya wabah penyakit menular, serta badai dan banjir yang mematikan,” tutur Guterres.

Ketua bidang bahaya iklim di Universitas Bristol, Inggris Dann Mitchell menyesalkan bahwa peringatan kesehatan yang menjadi bencana besar mengenai perubahan iklim tidak berhasil meyakinkan pemerintah dunia untuk mengurangi emisi karbon, untuk menghindari tujuan pertama Perjanjian Paris yaitu 1,5 derajat Celcius.

PBB memperingatkan bahwa negara-negara yang berjanji saat ini akan mengurangi emisi karbon global hanya sebesar 2 persen pada 2030 dari 2019 yang jauh dari penurunan sebesar 43 persen yang diperlukan untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius.

Romanello memperingatkan bahwa jika tidak ada kemajuan yang dicapai dalam hal emisi, maka penekanan yang semakin besar pada kesehatan dalam negosiasi perubahan iklim berisiko hanya menjadi kata-kata kosong.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Erta Darwati
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper