Bisnis.com, JAKARTA - Bahrain telah mengonfirmasi menarik duta besarnya dari Israel, usai eskalasi perang di Gaza telah menimbulkan tantangan bagi pemerintah regional yang berupaya menjalin hubungan lebih dekat dengan Israel.
Menyusul pernyataan sebelumnya dari majelis rendah parlemen Bahrain, pemerintah mengonfirmasi pada Kamis (2/11/2023) bahwa duta besarnya akan kembali dan duta besar Israel di Manama telah pergi beberapa waktu yang lalu.
Dilansir dari Al-Jazeera, Kamis (2/11/2023), badan konsultatif parlemen, yang tidak memiliki kekuasaan di bidang kebijakan luar negeri, mengatakan pada hari sebelumnya bahwa hubungan ekonomi dengan Israel juga telah terputus. Namun, Israel mengatakan bahwa hubungan dengan Bahrain stabil.
Pernyataan pemerintah di Manama tidak menyebutkan pemutusan hubungan ekonomi, meski disebutkan bahwa penerbangan antara kedua negara dihentikan sementara.
Keputusan tersebut menyusul aksi protes selama berminggu-minggu di Timur Tengah, di mana pemboman Israel terhadap Jalur Gaza membuat hubungan yang memanas dengan negara-negara seperti Bahrain. Yordania juga dikabarkan menarik duta besarnya untuk Israel awal pekan ini.
Selama beberapa tahun terakhir, negara-negara seperti Bahrain, Sudan, Maroko, dan Uni Emirat Arab telah berupaya menormalisasi hubungan dan meningkatkan kerja sama ekonomi dan militer dengan Israel.
Baca Juga
Perjanjian-perjanjian tersebut, yang dikenal sebagai Perjanjian Abraham, sangat didukung oleh Amerika Serikat, yang telah membingkai perjanjian-perjanjian tersebut sebagai langkah-langkah menuju Timur Tengah yang lebih damai.
Kritikus mengatakan bahwa tindakan tersebut membiarkan Israel mengambil manfaat dari kerja sama yang lebih besar tanpa mengatasi pendudukan wilayah Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun dan mengabaikan opini publik dengan membuat perjanjian dengan pemerintah otokratis.
Menyusul perjanjian Maroko dengan Israel, AS mengakui otonominya atas wilayah yang telah lama disengketakan di Sahara Barat .
Washington juga menghapus Sudan dari daftar negara yang mensponsori terorisme setelah normalisasi hubungan, sehingga menawarkan bantuan kepada pemerintah militer negara tersebut pada saat mereka menindak demonstrasi pro-demokrasi dan memerangi inflasi yang tidak terkendali.