Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dua Kemungkinan Hasil Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Hari Ini, Gibran Jadi Cawapres?

Pakar menyebut ada beberapa kemungkinan hasil sidang MK soal batasan usia capres-cawapres yang akan diumumkan hari ini.
Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi dari Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahri Bachmid (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)
Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi dari Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahri Bachmid (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)

Bisnis.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi dari Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahri Bachmid menyebut, beberapa kemungkinan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Seperti diketahui, putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang menjabat Wali Kota Solo, menjadi salah satu bakal cawapres (bacawapres) Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.

"Saya berpendapat ada beberapa kemungkinan serta varian putusan MK dalam perkara itu," dalam keterangan tertulis di Jakarta, melansir Antara, Senin (16/10/2023).

Fahri menjelaskan, amar putusan untuk pengujian materiil, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan syarat formil, pengajuan permohonan antara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 10, Pasal 11, dan/atau Pasal 12, amar putusan, "menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima".

Kemudian, dalam hal pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum, maka MK dalam amar putusan menyatakan, "menolak permohonan pemohon".

Selanjutnya, dalam hal pokok permohonan beralasan menurut hukum, maka MK dalam amar putusan menyatakan mengabulkan permohonan pemohon sebagian/seluruhnya.

Kemungkinan lain, adalah dalam hal MK berpendapat bahwa permohonan pengujian materiil inkonstitusional bersyarat, maka amar putusan adalah mengabulkan permohonan pemohon.

Dalam hal dipandang perlu, MK dapat menambahkan amar selain yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

"Jika mencermati perkembangan persidangan MK dalam mengadili perkara "a quo" selama ini, sangat potensial akan terjadi dua kemungkinan," ungkapnya.

Kemungkinan pertama, MK dalam putusannya akan menurunkan batas usia dari capres/cawapres dari batas usia 40 menjadi 35 tahun.

Kemungkinan kedua, adalah tetap mempertahankan usia 40 tahun namun ditambahkan dengan suatu syarat khusus yaitu pernah menjabat atau menjadi kepala daerah dengan segala konsekuensi konstitusionanya, tentunya dengan melihat "experience/pengalaman" putusan-putusan MK sebelumnya.

Menurut Fahri, MK pernah mengabulkan seluruh permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Permohonan diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam Nomor 112/PUU-XX/2022, amar putusan tersebut, MK menyatakan Pasal 29 huruf e UU KPK yang semula berbunyi, “Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan”, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan”,

“Dapat saja MK membuat putusan dengan corak dan karakter yang demikian itu, sehingga batas usia 40 tahun eksistensi normanya tetap berlaku, tetapi ditambah keadaan hukum khusus agar dapat menjangkau subjek hukum tertentu,” ujarnya.

"Segala kemungkinan itu dapat saja terjadi, dan jika itu yang terjadi, maka dinamika pada internal hakim MK akan terbelah, pastinya ada sebagian hakim MK yang akan mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion," tegasnya.

Menurut dia, secara prinsip, pada hakikatnya MK tak berwenang untuk menetapkan norma terkait batas umur usia capres atau cawapres dalam tata norma hukum, oleh karena persoalan penentuan batas umur terkait persyaratan untuk mengisi jabatan-jabatan publik secara konstitusional yang didasarkan pada berbagai putusan MK telah meletakkan kaidah "open legal policy" merupakan domain pembentuk UU, yaitu DPR dan Presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper