Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sulteng) menyita uang Rp79 miliar dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Pertambangan Ore Nikel pada WIUP PT. Antam Tbk di Blok Mandiodo Konawe Utara.
Asisten Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Sultra, Ade Hermawan mengatakan penyitaan uang dalam beberapa mata uang seperti Rupiah, Dolar Singapura atau SGD dan Dolar Amerika.
"Penyidik Kejati Sulawesi Tenggara mengumumkan Hasil Penyitaan Berupa Uang dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Pertambangan Ore Nikel pada WIUP PT. Antam Tbk di Blok Mandiodo Konawe Utara," kata Ade dalam keterangannya, dikutip Jumat (25/8/2023).
Perinciannya, sebanyak Rp59.275.226.828, kemudian SGD sebesar 1.350.000 atau setara dengan Rp15.273.900.000 dan terakhir US$296.700 yang jika di rupiahkan mencapai Rp4.539.510.000.
"Sehingga total yang telah berhasil disita Penyidik sejumlah Rp.79.088.636.828. Uang tersebut disita dari rekening tersangka dan beberapa pihak yang terkait dengan perkara tindak pidana [kasus ore nikel PT Antam]," tambahnya.
Sebagai informasi, kasus ini telah menyeret beberapa nama penting seperti seperti eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin. Bahkan, Jaksa Agung ST Burhanuddin telah mencopot tiga jaksa terkait atas dugaan suap dalam kasus ini.
Baca Juga
Adapun, kasus ini berawal dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara yang menetapkan pemilik perusahaan tambang PT Lawu Agung Mining, Windu Aji Santoso, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pertambambangan ore nikel di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. atau Antam, Blok Mandiodo, Konawe.
Windu Aji, atau WAS, lalu ditahan pihak Kejaksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Modus operandi WAS dalam dugaan korupsi pertembangan nikel itu yakni dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo.
Penjualan hasil tambang itu dilakukan dengan seolah-olah nikel tersebut bukan berasal dari PT Antam, lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.
Adapun berdasarkan perjanjian KSO, semua ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP PT Antam harus diserahkan ke PT Antam. Sementara itu, PT Lawu Agung Mining milik WAS hanya mendapatkan upah selaku kontraktor pertambangan.
Akan tetapi, pada kenyataannya, perusahaan milik WAS mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor untuk melakukan penambangan ore nikel. Kemudian, perusahaan WAS menjual hasil tambang menggunakan rencana kerja anggaran biaya asli tapi palsu.