Bisnis.com, JAKARTA – Salah satu pemimpin yang menjabat paling lama di dunia, Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen, menyatakan telah mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaannya kepada putra sulungnya setelah berkuasa selama 4 dekade, pada Rabu (26/7/2023).
Mantan kader Khmer Merah itu telah menjalankan kerajaan sejak 1985, dan melenyapkan semua oposisi terhadap kekuasaannya.
Partai oposisi di Kamboja telah dilarang, dan penantang pemerintah dipaksa melarikan diri, serta kebebasan berekspresi ditahan.
Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang dipimpinnya menang telak dalam pemilihan tanpa perlawanan yang berarti dari oposisi dengan mengambil 82 persen suara, pada Minggu (23/7/2023).
Dikutip melalui Channel News Asia, Raja Kamboja Norodom Sihamoni pada Senin (7/8/2023) pun akan menunjuk Hun Manet sebagai pemimpin baru negara itu setelah ayahnya Hun Sen menyerahkan kekuasaan itu kepada anaknya.
Menyusul permintaan dari Hun Sen, Raja Norodom Sihamoni akan mengeluarkan dekrit kerajaan yang menjadikan jenderal bintang empat Hun Manet sebagai Perdana Menteri (PM) Kamboja yang baru.
Baca Juga
Namun, untuk secara resmi menjadi pemimpin baru Negara itu, pria berusia 45 tahun itu dan kabinet barunya harus memenangkan mosi tidak percaya di parlemen yang ditetapkan pada 22 Agustus 2023 mendatang.
Sementara itu, sambil bersikeras dia tidak akan mengganggu pemerintahan putranya, Hun Sen pun tetap berjanji kepada warga Kamboja bahwa dia akan terus mendominasi politik Negara itu.
Apalagi, sejak berkuasa pada 1985, dia berhasil membantu memodernisasi Negara yang hancur oleh perang saudara dan genosida, meskipun para kritikus mengatakan pemerintahannya juga ditandai dengan perusakan lingkungan, korupsi yang mengakar, dan pemusnahan hampir semua saingan politik.
Di sisi lain, keputusan penyerahan tongkat kekuasaan itu tak berjalan semulus itu, sebab Amerika Serikat, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Uni Eropa mengutuk pemungutan suara bulan lalu sebagai tidak bebas dan tidak adil.
Kendati demikian, Hun Sen menolak tuduhan itu dan mengatakan penyerahannya merupakan sebuah suksesi dinasti yang dilakukan untuk menjaga perdamaian dan menghindari "pertumpahan darah" jika dia meninggal saat menjabat.
Bahkan, dia juga memperingatkan bahwa jika nyawa Hun Manet terancam, maka dirinya akan kembali sebagai PM.
Namun, meskipun dipersiapkan untuk posisi itu selama bertahun-tahun, tetapi putra sulung penguasa tangan besi Kamboja itu tetap belum teruji di arena politik.
Sejumlah analisis dan pengamat pun menilai bahwa Hun Manet akan memetakan jalan yang lebih liberal daripada ayahnya, meskipun dididik di Inggris dan Amerika Serikat.
Hal ini ditunjukkan dari gestur, Hun Manet yang telah bertemu dengan beberapa pemimpin dunia termasuk Presiden Xi Jinping dari China dan sekutu utama Kamboja.