Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saling Tunjuk Usai 'Bocor' Ekspor Bijih Nikel ke China

KPK dan pemerintah saling membantah temuan data ekspor bijih nikel ke China. Ada dugaan manipulasi dokumen hingga perbedaan pencatatan di dalamnya .
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Sebulan lalu adalah waktu paling sibuk bagi Dian Patria. Dian, demikian sapaan karibnya, memiliki misi khusus. Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu sedang berupaya membongkar dugaan eksportasi bijih nikel atau nickel ore ilegal.

“Bentar sedang di Ternate,” ujar Dian saat dihubungi Bisnis belum lama ini.

Ternate adalah ibu kota Provinsi Maluku Utara. Wilayah ini dikenal kaya sumber daya alam. Salah satu yang sedang banyak diburu dan menjadi primadona adalah tambang nikel. Kasak-kusuk sejumlah penegak hukum, sebagian aliran ekspor bijih nikel ilegal ke China berasal dari Maluku Utara.

Isu tentang kebocoran ekspor bijih nikel mengemuka usai beredarnya sebuah dokumen analisis KPK. Dokumen itu memuat informasi tentang aktivitas ekspor bijih nikel atau ore nickel yang diduga tidak wajar dari Indonesia ke China. 

Nickel ore atau bijih nikel adalah bahan baku pengolahan produk turunan nikel seperti feronikel, nikel matte, dan NPI. Indonesia bebas mengekspor bijih nikel sebelum tahun 2020. Setelah itu, pemerintah resmi melarang eksportasi bijih nikel per tanggal 1 Januari 2020 melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.11/2019.

Larangan ekspor bijih nikel adalah salah satu kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi memang tengah menggembar-gemborkan hilirisasi. Dia ingin Indonesia tidak lagi menjadi eksportir barang mentah, tetapi barang yang telah diolah supaya memberikan nilai tambah bagi perekonomian.

Klaim pemerintah selama kurang lebih 2,5 tahun 'moratorium' ekspor bijih nikel, pendapatan negara naik signifikan. Sedangkan hasil hilirisisasi telah mencapai US$33,81 miliar atau Rp504,2 triliun (kurs Rp14.915 per US$) pada 2022 atau naik 745 persen dari nilai ekspor pada tahun 2017.

Namun demikian, dokumen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beredar itu justru mengungkap kondisi sebaliknya. Eksportasi bijih nikel tetap mengucur deras ke luar negeri, terutama ke China. Jumlahnya pun tak main-main, kalau menurut klaim KPK, sebanyak 5 juta ton. Semua tercatat dalam kode Harmonized System atau HS 26040000.

Kode HS biasanya merujuk kepada klasifikasi barang atau produk yang menjadi komoditas perdagangan baik ekspor maupun impor. HS code dengan nomor 26040000 adalah kode klasifikasi barang untuk jenis komoditas perdagangan bijih nikel dan konsentratnya.

Semula KPK mengklaim bahwa jutaan ton bijih nikel yang mengalir ke pasar China adalah aktivitas ilegal. Namun adanya pencatatan kode HS oleh otoritas kepabeanan China, menunjukkan bahwa eksportasi maupun importasi komoditas pertambangan masuk ke China secara legal.

“Dugaan ekspor ilegal ore nickel. Sumber website Bea Cukai China," imbuh Dian.

Dokumen analisis KPK itu mengungkap eksportasi bijih nikel terus mengalir selama tahun 2020-2022. Bisnis telah mengecek ulang data-data KPK dengan mengakses secara langsung melalui laman resmi General Administrations of Customs of the Republic of China (GACC). Hasilnya menunjukkan bahwa importasi bijih nikel dari Indonesia terus membanjiri China.

Pada tahun 2020, misalnya, tahun pertama pelarangan ekspor bijih nikel, GACC mencatat China mengimpor bijih nikel Indonesia sebanyak 3,39 juta ton atau senilai US$193,3 juta. Angka importasi bijih nikel turun menjadi 839.161,2 ton senilai US$48,14 juta pada 2021. Namun demikian, jumlah importasi mengalami kenaikan menjadi 1,08 juta atau senilai US$54,63 juta pada tahun 2022.

Sementara itu pada tahun 2023, setidaknya sampai dengan bulan Juni lalu, China mengimpor bijih nikel sebanyak 245.823 ton atau senilai kurang lebih US$11,6 juta. Total eksportasi impor bijih nikel 2020 hingga pertengahan 2023 tercatat sebanyak 5,31 juta ton senilai  US$307,8 juta atau kurang lebih Rp4,6 triliun (kurs 15.000 per dolar AS).

Informasi yang dihimpun Bisnis dari internal pemerintah menyebutkan bahwa aliran bijih nikel tersebut mengalir dari perusahaan yang memperoleh Kawasan Berikat (KB) di Sulawesi Tenggara. Selain dari wilayah itu, indikasi importasi ilegal dari Indonesia ke China berasal dari kawasan Maluku Utara.

Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara, khususnya Halmahera, adalah lokasi penambangan nikel di Indonesia. Ada banyak pemain yang mengais nikel di dua kawasan itu. Salah satunya adalah perusahaan atau investor dari China.

Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) mencatat penanaman modal China pada periode 2018 hingga kuartal I/2023 menempati peringkat kedua terbesar dengan total capaian US$24,55 miliar.  

Investasi tersebut tersebar di lima besar wilayah di Indonesia, yaitu Sulawesi Tengah sebesar US$6,88 miliar, Jawa Barat US$5,21 miliar, Maluku Utara US$3,83 miliar, DKI Jakarta US$1,74 miliar, dan Banten US$1,45 miliar.  

Adapun investasi China di Indonesia didominasi sektor industri logam dasar senilai US$8,61 miliar, transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi US$6,69 miliar, listrik, gas, dan air US$2,75 miliar, real estat, kawasan industri dan perkantoran US$1,74 miliar, serta industri kimia US$1,95 miliar.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengaku tidak mengetahui adanya temuan KPK terkait dugaan praktik ekspor 5 juta ore nikel secara ilegal dari Indonesia ke China.  

“Pemerintah tidak tahu sama sekali, kami sama sekali tidak tahu, jujur, karena kami sudah sepakat melarang ekspor itu sejak Oktober 2019, kemudian legal formalnya dilakukan Januari 2020,”

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menampik adanya praktik ekspor bijih atau ore nikel ilegal ke China sepanjang Januari 2020 hingga Juni 2022, sebagaimana dilaporkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Plt Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan, terdapat kekeliruan atau perbedaan persepsi dalam memahami kode harmonized system (HS) yang dipahami komisi antikorupsi dan lembaga lainnya terkait dengan dugaan awal penyelundupan bahan mentah yang telah dilarang ekspor sejak Januari 2020 lalu tersebut. 

 “Kami yakin itu salah memahami kode HS, kita enggak akan main-main mengenai ekspor lah,” kata Wafid, Senin (17/7/2023). 

Kongkalikong atau Manipulasi Dokumen?

Adanya data pengawasan yang lemah dan dugaan kongkalikong pada kawasan industri nikel memicu dugaan kebocoran ekspor sekitar 5 juta ton nikel tersebut ke China. 

Secara terpisah, lembaga antikorupsi menyebut tengah melakukan sampling terhadap 5 juta ton nikel yang diekspor ke China itu. Pengambilan sampel dilakukan guna menelusuri asal-usul kepemilikan izin usaha pertambangan (IUP) nikel sekaligus pembayaran royaltinya, serta mencari tahu jejak keluar masuk nikel berdasarkan laporan surveyor. 

"Jadi, ada 5 juta itu kan gelondongan, kita ambil spesifik beberapa yang ada kaitannya dengan yang punya smelter, serta yang tidak punya kaitan sama sekali dengan yang punya smelter," terang Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Selasa (18/7/2023). 

Ini bukan pertama kali Pahala mengungkapkan dugaan terkait dengan keterlibatan perusahaan pemilik IUP dan smelter di Indonesia, pada praktik ekspor nikel ke China tersebut.

Saat dihubungi Bisnis pada Juni 2023, Pahala mengatakan lembaganya tengah mengkaji adanya kelemahan pada sistem tata kelola nikel. Menurutnya, penguatan sistem bakal dibutuhkan guna menutup celah atau potensi timbulnya kerugian negara. 

Pahala menilai sistem yang ada saat ini masih memiliki celah bahkan diduga adanya pihak-pihak yang dengan sengaja melakukan penghindaran pajak dengan skema transfer pricing

"Bahkan, pembeli [5 juta ton ore nikel dari RI] diduga pemilik smelter dan IUP. Ini potensi transfer pricing. Punya smelter dan IUP terintegrasi, diduga main volume [sehingga menyebabkan] penerimaan negara kurang," tuturnya kepada Bisnis.

Pada pekan lalu, Koordinator Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) itu juga menyebut adanya dua kemungkinan yang terjadi pada praktik ekspor bijih nikel ke China.

Pertama, adanya titik kelemahan pengawasan KPK pada lembaga surveyor nikel. Untuk itu, lembaga antikorupsi tengah melihat lebih dalam kinerja surveyor pada tata kelola maupun niaga komoditas tersebut.

"Jangan-jangan dia [surveyor] bilang ini pasir besi, tetapi sebenarnya ada nikelnya sedikit, dia tidak cantumkan. Misalnya itu. Jadi banyak kemungkinannya, tapi tidak banyak areanya, cuma di daerah surveyor sama penerima di China," jelas Pahala.

Kedua, perbedaan kandungan yang menyebabkan perbedaan definisi nikel antara Indonesia dan China. Dia menerangkan perbedaan klasifikasi barang tersebut bisa jadi memicu perbedaan pencantuman HS code bijih nikel dalam data impor China, yang sama sekali tertangkap pada data ekspor Indonesia. 

"Apa sih istilah nikel di China dengan di kita. Jadi, kalau pasir besi di kita itu yang kandungannya di bawah 0,17, kalau di China di bawah 0,05. Jadi, kalau ekspor kandungan 0,12 dibawa ke China, di sini namanya pasir besi, di sana [China] namanya nikel," tuturnya kepada wartawan, Selasa (18/7/2023). 

Pernyataan Pahala yang kedua itu senada dengan informasi yang disampaikan oleh sejumlah pejabat Bea Cukai. Informasi yang dihimpun Bisnis dari otoritas kepabeanan mengaku telah melakukan pengecekan, termasuk koordinasi dengan Bea Cukai China, untuk mengetahui asal-usul eksportasi tidak wajar tersebut.

Hasilnya ada kecurigaan bahwa barang yang diekspor dan tercatat di China sebagai bijih nikel adalah bijih besi. Konon di China ada aturan bahwa bijih besi yang memiliki kadar nikel 0,05 akan masuk dalam kategori bijih nikel. Akibatnya terjadi perbedaan pencatatan kode klasifikasi barang di China dan di Indonesia.

"Masing-masing negara memiliki kewenangan dalam penetapan klasifikasi barang," kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto saat dikonfirmasi belum lama ini.

Namun demikian, setelah dilakukan pengecekan jumlah importasi iron ore atau bijih besi China dari Indonesia tidak sebesar nilai eksportasi bijih nikel. Bijih besi memiliki kode HS 2601 dengan berbagai macam variannya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS), mengungkap bahwa jumlah ekspor dengan kode HS 26011110 (bijih besi dan konsentrat) ke China selama tahun 2020-2022 hanya sebesar 19,2 ton atau senilai US$796.964. Proses ekspor barang dari Ternate, Maluku Utara.

Sementara jumlah eksportasi barang dengan kode HS 26011190, di dalamnya termasuk bijih besi dan konsentrat, mencapai 5,73 juta ton. Namun jika mengacu kepada data BPS, sebelum tahun 2022, kode HS ini justru digunakan untuk klasifikasi barang other hematite dan konsentrat. Pencantuman secara spesifik iron ore dan konsentrat dalam kode HS tersebut baru dilakukan pada tahun 2022. 

Total ekspor iron ore dengan kode HS 26011190 pada tahun 2022 sebanyak 1,43 juta ton atau senilai US$25,3 juta. Secara jumlah, ekspor bijih besi tahun 2022 melebihi ekspor bijih nikel yang hanya 1,08 juta ton. Namun secara nilai, total ekspor bijih besi pada 2022 lebih rendah dari nilai ekspor bijih nikel yang mencapai US$54,63 juta. Nilai ekspor bijih nikel 2 kali lipat dari bijih besi atau ada gap sebanyak US$29,3 juta.                                                                                                    

Pihak surveyor tidak bisa memberikan komentar terkait polemik data ekspor bijih nikel.  Manager Komunikasi Perusahaan PT Sucofindo Dewi Fibriana mengungkapkan bahwa sesuai ketentuan pemerintah tentang larangan ekspor bijih nikel yang berlaku per Januari 2020, Sucofindo tidak melakukan kegiatan pemeriksaan dan pengujian komoditi tersebut.

"Sucofindo tidak dapat menanggapi hal ini karena tidak mengetahui perihal tersebut,"

Sedangkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun sudah meminta KPK untuk mengusut temuan tersebut. Dia menilai pengusutan tidak akan sulit lantaran sudah ada digitalisasi sistem informasi pengelolaan SDA. "Usut dari mana sumbernya itu tidak susah. Sumbernya di mana, siapa yang menerima, kapalnya apa, berangkat dari mana, kita trace. Dengan digitalisasi tidak ada yang tidak bisa di-trace [lacak]," tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper