Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti sejumlah permasalahan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2023 yang diwarnai dengan kecurangan, salah satunya jalur zonasi.
Kepala Negara menyatakan bahwa hal tersebut terjadi di semua daerah. Namun demikian, Kepala Negara mendorong agar permasalahan itu dapat diselesaikan dengan cara yang baik.
“Masalah lapangan selalu ada di semua kota, kabupaten, maupun provinsi ada semuanya, tapi yang paling penting diselesaikan baik-baik di lapangan,” ujarnya dikutip melalui Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (20/7/2023).
Lebih dari itu, Presiden Ke-7 RI itu menegaskan pentingnya mengutamakan kepentingan anak-anak Indonesia untuk dapat mengenyam pendidikan di sekolah. Menurutnya, pemerintah baik pusat maupun daerah harus memastikan anak-anak mendapatkan kesempatan tersebut.
“Anak-anak kita harus diberikan peluang seluas-luasnya untuk memiliki pendidikan yang baik dan setinggi-tingginya,” tandas Jokowi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menilai bahwa kasus Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi sebenarnya bisa diselesaikan oleh Pemerintah tingkat daerah.
Baca Juga
Menurutnya, meskipun saat ini dia telah sudah mengantongi data terkait polemik kasus PPDB jalur zonasi, tetapi dia menilai tidak semua kasus harus perlu turun tangan pemerintah pusat.
"Kalau kita lihat level kasusnya masih sporadis ya. Saya sudah punya data, ya ndak banyak-banyak amat kasusnya itu, hanya memang menyebar hampir seluruh daerah ada kasus, dan itu kan mestinya bisa diselesaikan di masing-masing daerah, tidak perlu sampai tingkat pusat. Tapi nanti akan kita evaluasi lah paling terakhir," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (18/7/2023).
Tak hanya itu, Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu pun mengimbau agar pemerintah daerah (pemda) agar bisa lebih siap dalam membuat strategi dalam merencanakan PPDB.
"Intinya kita mohon pemerintah daerah makin cermat di dalam membuat perencanaan PPDB itu, jangan terlalu mepet waktunya pada masa penerimaan karena sebetulnya PPDB itu sudah bisa dirancang setahun sebelumnya kan," ujarnya.
Dia menjelaskan alasan perencanaan sebenarnya dapat dilakukan setahun sebelumnya lantaran anak-anak yang akan melakukan penerimaan calon siswa ke jenjang bangku berikutnya dapat dilakukan saat status pendidikannya belum berubah. Contoh, ketika ada anak yang ingin masuk SMP, maka perencanaan bisa dilakukan sejak anak masih di kelas 6 SD.
Caranya, Muhadjir melanjutkan yaitu saat anak kelas 6 SD, pemerintah daerah dapat mengkoordinasikan antarkepala sekolah, masing-masing kepala dinas mengenai perencanaan PPDB.
“Sehingga bahkan anak itu tahun depan dia sudah tahu tahun depan dia harus sekolah di mana dengan PPDB itu. Begitu juga dengan SMA, mestinya kan juga anak yang sekarang kelas 3 SMP di lokasi itu terutama kan sudah tahu akan menjadi calon siswa SMA di mana, sehingga kalau ada masalah yang belum selesai itu bisa diselesaikan jauh-jauh hari sebelum PPDB," ucapnya.
Muhadjir pun meyakini sebenarnya apabila pemerintah daerah cekatan dalam menyelesaikan polemik yang ada, maka penyelesaian masalah bisa dilakukan sejak jauh-jauh hari juga. Termasuk munculnya praktik pemalsuan tempat tinggal.
"Kuncinya di situ aja saya rasa, termasuk ada praktek kecurangan, misalnya memalsu tempat tinggal kemudian juga mendongkrak nilai, itu kan di dapodik sudah ada. Sekarang nilai itu sudah tercatat dalam data pokok pendidikan sehingga mestinya kalau itu memang meragukan segera dikonfirmasi aja, diklarifikasi dengan data yang ada di dapodik, mestinya bisa diketahui itu, mark-up nilai dan seterusnya," imbuhnya.
Kendati demikian, Muhadjir mengaku menyayangkan masih adanya praktik kecurangan dalam proses PPDB. Menurutnya, hal ini menandakan masih ada persepsi soal kualitas pendidikan yang belum merata sehingga dia meminta pemerintah daerah meningkatkan pemerataan kualitas.
"Kalau masih ada praktik-praktik curang seperti itu berarti masih ada persepsi di masyarakat bahwa di daerah itu belum merata kualitasnya dan itulah yang menjadi tugas pokok pemerintah daerah untuk segera membuat pendidikan di daerahnya itu kualitasnya merata. Kalau sudah merata dan persepsi masyarakat juga sama bahwa ini sekolah di mana pun ini sama, saya kira nggak ada masalah sepertinya," pungkas Muhadjir.