Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Satu-satunya Capres 2024 yang Pimpin Parpol, Prabowo Dinilai Harus Hati-Hati

Prabowo menjadi satu-satunya bakal capres yang maju pada Pilpres 2024, jika terpilih maka dia harus hati-hati.
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto di lingkungan Istana Negara, Jakarta, Senin (26/3/2023) sore. ANTARA/Desca Lidya Natalia
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto di lingkungan Istana Negara, Jakarta, Senin (26/3/2023) sore. ANTARA/Desca Lidya Natalia

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berkesempatan besar menjadi satu-satunya pemimpin partai politik (parpol) yang maju sebagai bakal calon presiden (bacapres) pada Pilpres 2024. Namun, dia dinilai harus hati-hati.

Peneliti politik dari Citra Institute, Efriza berpendapat, sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo punya keuntungan dari bakal capres lainnya. Jika terpilih jadi presiden, maka Prabowo akan punya kendali total atas kadernya di DPR atau parlemen.

Akibatnya, berbagai kebijakan pemerintah nanti akan mudah diloloskan oleh parlemen. Apalagi, apabila Gerindra berhasil membentuk koalisi mayoritas di parlemen.

“Keuntungannya adalah memudahkan dalam mengambil keputusan, kebijakan, dan tentu saja dalam proses pembuatan perundang-undangan. Artinya, tidak akan ada kader partai yang tidak patuh. Kendali legislatif utamanya kader-kader Gerindra di tangan Prabowo,” jelas Efriza kepada Bisnis, Senin (10/7/2023).

Selain Prabowo, ada dua bakal capres yang paling berpotensi maju pada Pilpres 2024 yaitu Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Tak seperti Prabowo, keduanya bukanlah pemimpin partai politik.

Ganjar merupakan kader PDIP yang tak punya posisi di kepengurusan partai. Bahkan, saat dideklarasikan jadi bakal capres PDIP, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sempat menekankan Ganjar merupakan petugas partai.

“Iya [Ganjar] harus tunduk kepada PDIP dan juga Megawati selaku ketua umum. Kendali terhadap Ganjar berada di DPP partai, juga tak bisa dikesampingkan Megawati punya peran besar dan amat penting,” ujar Efriza.

Meski demikian, apabila terpilih jadi presiden bukan tak mungkin Ganjar mengabaikan perintah PDIP layaknya Presiden Jokowi yang beberapa kali melakukan itu. Memang, Jokowi juga sekadar kader PDIP. Namun, menurut Efriza, Jokowi kerap mengambil keputusan yang tak sesuai dengan keinginan partai.

“Seperti yang teranyar tidak dilakukannya reshuffle maupun ‘menendang’ NasDem dari kabinet. Ini bukti ketidakpatuhan Presiden Jokowi atas masukan PDIP,” ungkapnya.

Sementara itu, Efriza menilai Anies juga akan mempunyai dilema yang tak jauh berbeda dengan Ganjar. Apalagi, Anies tak terdaftar di partai politik mana pun.

Tiga partai pendukung Anies (NasDem, Demokrat, dan PKS), juga bukan partai besar. Oleh sebab itu, akan menambah kesulitan Anies dalam melobi parlemen untuk meloloskan berbagai kebijakannya apabila terpilih jadi presiden.

“Artinya, dia [Anies] harus berkoalisi sebanyak mungkin, juga memungkinkan menciptakan kembali Setgab [Sekretariat Gabungan] seperti di era SBY memerintah,” ucap Efriza.

Meski Prabowo memiliki keunggulandari Ganjar dan Anies, Efriza menyarankan menteri pertahanan itu harus berhati-hati.

Dia menginatkan, strategi kampanye ‘pemegang kendali partai’ sudah digunakan Prabowo saat menghadapi Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019. Namun, pada dua kesempatan itu, Prabowo selalu kalah dari Jokowi.

Efriza berpendapat, jika tak disampaikan secara hati-hati maka masyarakat malah menganggap Prabowo akan membawa Indonesia ke pemerintah totaliter karena kendali negara sepenuhnya berada di tangan eksekutif.

“Sedangkan legislatif hanya stempel semua keinginan eksekutif. Isu ini rawan akan pengelolaan kekuasaan akan mengarah kepada otoriter,” ungkap Efriza.

‘Remote Control’

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyatakan bahwa Prabowo Subianto, merupakan satu-satunya bakal calon presiden yang punya 'remote control' atau kendali penuh atas parpol.

Fadli mengklaim Prabowo akan bisa lebih mudah mengambil keputusan sendiri untuk masyarakat karena dirinya merupakan pemimpin tertinggi di Partai Gerindra.

"Beliau ini seorang demokrat, seorang nasionalis, dan beliau ini yang memegang remote control-nya sendiri. Kalau yang lain saya nggak tahu siapa yang memegang remote control-nya. Jadi beliau memutuskan sendiri," jelas Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, dikutip Selasa (27/6/2023).

Oleh sebab itu, dia berpendapat jika Prabowo terpilih jadi presiden maka tak ada yang bisa mengaturnya. Dia pun menyinggung bakal calon presiden yang bukan pemimpin tertinggi partai, sehingga bisa dikendalikan.

"Tentu rakyat akan lebih, kalau yang memimpin, yang terpilih menjadi presiden adalah nanti Pak Prabowo. Bukan di-remote oleh orang lain dari belakang," ujar Fadli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper