Bisnis.com, JAKARTA - Keluarga para korban kapal pesiar Titanic yang tenggelam pada tahun 1912 mengatakan perjalanan wisata ke situs kapal karam, seperti yang ditawarkan oleh OceanGate sangat “menjijikkan" dan tidak menghormati korban yang tewas dalam bencana tersebut.
Puing-puing Titanic itu harus diperlakukan seperti "kuburan" bawah air dari 1.496 orang yang tewas. Bukan Disneyland/taman bermain untuk turis yang mencari petualangan.
Hal itu dikatakan oleh salah satu anggota keluarga korban RMS Titanic.
“Mereka meninggal dengan kematian yang sangat tragis. Biarkan jenazah beristirahat,” kata John Locascio, 69, yang pamannya, Alberto dan Sebastiano Peracchio, tewas dalam tragedi itu.
Dilansir dari New York Post, Locascio mengatakan pamannya bekerja sebagai pelayan muda di kapal Titanic pada April 1912 ketika kapal itu menabrak gunung es dan tenggelam.
Dia menyebut kejadian yang menimpa tur kapal selam Titan sangat memalukan bahwa OceanGate telah memanfaatkan kunjungan ke puing-puing Titanic yang ada di laut dalam Samudera Atlantik.
Baca Juga
"Saya pikir itu menjijikkan, jujur saja. Apa yang ingin kamu lihat, kamu ingin dilirik sebagai sesuatu yang terkenal dan keren?"
Lebih lanjut, dia meminta tur itu dihentikan, karena tidak masuk akal.
“Anda akan turun untuk melihat kuburan. Apakah Anda ingin menggali paman atau bibi Anda untuk melihat kotak itu?,” katanya.
Tragedi melanda OceanGate pada hari Minggu (18/7/2023) ketika salah satu kapal selamnya, Titan, menghilang dengan lima orang di dalamnya.
Kapal selam Titanic yang hilang telah mendorong pencarian yang berpacu dengan waktu karena menipsinya cadangan oksigen di kapal yang membawa Sulaiman Dawood, 19, ayah taipan bisnisnya, Shahzada, 48, miliarder Inggris Hamish Harding, 58, penjelajah Titanic terkenal, Paul-Henri Nargeolet, 77, dan pendiri dan CEO OceanGate Stockton Rush, 61.
Kerabat penumpang Titanic lainnya bingung mengapa ada orang yang ingin mengunjungi melihat sesuatu yang begitu menyedihkan.
"Ini benar-benar sebuah tragedi, saya tidak percaya orang mau membayar $250.000 atau sekitar Rp3,7 miliar untuk melihatnya," kata Mark Petteruti yang neneknya selamat dari bencana Titanic pada usia 24 tahun, tetapi menderita post traumatic stress disorder (PTSD) seumur hidup.
Brett Gladstone yang nenek buyut dan kakek buyutnya, Ida dan Isidor Straus, meninggal dalam bencana tahun 1912, mengatakan bahwa pelayaran harus diatur dengan lebih baik.
“Saya bukan seseorang yang percaya pada karma buruk dan orang yang menyelam dengan kapal selam akan mengalami karma buruk, bukan karena mereka turun untuk melihat kuburan dari dekat. Namun, kalau turun untuk melihat itu harus ada prosedur yang diatur,” ujarnya.
Sean Maher yang kakek buyutnya, James Kelly, meninggal di Titanic berkata bahwa orang-orang di kapal selam OceanGate seharusnya tidak berada di sana.
Kerabat lain dari penumpang Titanic mengatakan reruntuhan harus diperiksa dengan rasa hormat.
“Masih ada hal-hal yang harus diselidiki dan dipelajari di lokasi, tetapi mari kita lakukan dengan hormat. Bukan mendorong wisatawan untuk hanya melihatnya,” kata Shelley Binder yang nenek buyutnya, Leah Aks, adalah salah satu dari 712 orang yang selamat.