Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut unsur tindak pidana pada 33 buah laporan Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap transaksi keuangan mencurigakan terkait dengan bea cukai dan pajak.
Sebanyak 33 data laporan yang ditangani KPK itu, merupakan bagian dari total 300 Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diberikan kepada berbagai aparat penegak hukum (APH) dengan nilai total Rp349 triliun.
Sebenarnya, data itu sudah lama berada di tangan KPK dari PPATK. Di antara 33 LHA yang diberikan ke KPK, 12 di antaranya sudah naik ke tahap penyidikan seperti kasus dugaan gratifikasi mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
Nantinya, KPK bakal menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan analisis guna mengoptimalkan pengembalian aset (asset recovery) dari pelaku korupsi.
"LHA itu memang data sudah lama di KPK, bahkan ada yang sejak 2011, namun prinsipnya kami tindaklanjuti dengan analisisnya sebagai komitmen kami untuk optimalisasi asset recovery melalui transaksi perbankan sebagai salah satu pelaku korupsi menyamarkan hasil kejahatannya," jelas Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada Bisnis, dikutip Senin (12/6/2023).
Untuk diketahui, sebanyak 12 LHA yang sudah naik ke penyidikan itu melibatkan 16 orang yang tersangkut kasus rasuah di KPK terkait dengan bea cukai dan pajak. Satu merupakan tersangka yaitu Andhi Pramono, dan 15 lainnya sudah terpidana. Nilai transaksinya mencapai Rp8,5 triliun.
Baca Juga
Kendati berkomitmen mengusut laporan transaksi mencurigakan itu, KPK menyatakan bahwa transaksi jumbo melalui perbankan itu belum tentu memiliki indikasi unsur tindak pidana.
Pelaku korupsi juga, lanjut Ali, tidak semua melakukan kejahatannya melalui perbankan.
Oleh karena itu, penyidik bakal meminta keterangan berbagai pihak terkait untuk keperluan klarifikasi.
"Sebagai pemahaman bersama, LHA PPATK itu informasi intelijen, sebagai informasi mencurigakan dalam hal transaksi melalui perbankan. Jadi, belum tentu ada indikasi pidananya sebelum penegak hukum melakukan klarifikasi dan permintaan keterangan," ujar Ali.
Sebagai informasi, hingga Juni 2023 KPK telah menindaklanjuti 33 LHA PPATK tersebut dengan total nilai Rp25 triliun.
Secara terperinci, sebanyak lima LHA dalam proses telaah oleh Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) dan Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan (PP) LHKPN; 11 LHA dalam tahap penyelidikan; 12 naik ke tahap penyidikan; tiga LHA dilimpahkan ke Mabes Polri, dan dua lainnya masih dilakukan konfirmasi ke PPATK.
Dari data 12 LHA yang menjalani proses hukum, KPK telah memproses sebanyak 16 orang dengan nilai transaksi mencapai Rp8,5 triliun. Satu merupakan tersangka, sedangkan 15 terpidana.
"Dari 33 LHA tersebut, nilai transaksinya harus saya sampaikan yaitu sebesar Rp25,3 triliun," ujar Ketua KPK Firli Bahuri pada rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (7/6/2023).
Kasus Angin Prayitno Hingga Andhi Pramono
Secara terperinci, terdapat sebanyak 12 LHA PPATK yang sudah ditangani dalam mekanisme proses hukum di KPK. Pada 12 LHA itu, terdapat beberapa nama yang terlibat dalam transaksi mencurigakan terkait dengan bea cukai dan pajak. Nilai transaksinya mencapai Rp8,5 triliun.
Pada 12 LHA PPATK itu juga, terdapat 16 nama tersangka hingga terpidana kasus rasuah yang sedang dan sudah selesai ditangani oleh KPK. Salah satunya merupakan laporan transaksi mencurigakan milik mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono, yang kini menjadi tersangka gratifikasi.
Berikut rincian tersangka dan terpidana KPK yang termasuk dalam total transaksi mencurigakan Rp349 triliun
1. Andhi Pramono
Dari data yang dipaparkan oleh Firli, nominal transaksi oleh Andhi yang telah dilaporkan PPATK kepada KPK yakni senilai Rp60 miliar. Kini, Andhi merupakan tersangka dugaan kasus gratifikasi.
KPK belum merilis konstruksi kasus Andhi selengkapnya. Namun demikian, proses penyidikan terhadap kasus yang menjeratnya sudah berlangsung. Beberapa aset Andhi pun sudah disita seperti rumah di Cibubur dan Jakarta, serta dilakukan penggeledahan di rumah miliknya di Batam.
"Pertama adalah [LHA] AP [Andhi Pramono]. Nilai transaksi Rp60 miliar. Sudah tersangka," ujar Firli kepada Komisi III DPR.
2. Eddi Setiadi
Melansir situs resmi Indonesia Corruption Watch (ICW), Eddi merupakan manta Kepala Kantor Wilayah Pajak Sulawesi Selatan dan Tenggara. Dia ditahan oleh KPK pada awal 2010.
Saat menjabat sebagai Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Bandung, pejabat tersebut diduga menerima hadiah Rp2,55 miliar sebagai imbalan atas pengurangan jumlah pajak suatu bank.
Nilai transaksi mencurigakan milik Eddi yang tercantum dalam LHA PPATK yakni Rp51,8 miliar. Status hukum Eddi yakni sudah terpidana.
3. Istadi Prahastanto dan Heru Sumarwanto
Firli Bahuri menyebut bahwa kedua pejabat di lingkungan Kemenkeu itu memiliki nilai transaksi mencurigakan senilai Rp3,9 miliar. Status hukum keduanya sudah terpidana.
Dilansir Antara, keduanya terjerat kasus pengadaan 16 unit kapal patroli cepat (fast patrol boat) pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran (TA) 2013-2015.
Istadi merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sedangkan Heru merupakan Ketua Panitia Lelang.
4. Sukiman
Berbeda dengan nama-nama sebelumnya, Sukiman merupakan mantan anggota DPR Komisi XI yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan dana perimbangan APBN 2017-2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat.
Nilai transaksi mencurigakan Sukiman yang ditangkap oleh PPATK yakni Rp15,6 miliar.
Berdasarkan catatan KPK, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menjadi anggota DPR ke-70 yang terjerat kasus korupsi. Sukiman diduga menerima suap dari Pelaksana Tugas dan Pejabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak Natan Pasomba sebesar Rp2,65 miliar dan US$22.000.
"Sampai saat ini total 70 anggota DPR yang telah diproses dalam berbagai perkara tindak pidana korupsi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (7/2/2019) malam.
5. Natan Pasomba dan Suherlan
Keduanya merupakan terpidana kasus yang sama dengan Sukiman. Berdasarkan catatan Bisnis, Natan merupakan Plt. Kadis PUPR Pegunungan Arfak, Papua Barat dan Suherlan saat itu merupakan Tenaga Ahli DPR Fraksi PAN.
Penetapan Suherlan sebagai tersangka merupakan mengembangkan perkara sebelumnya yang menjerat mantan Anggota DPR RI Sukiman, mantan Plt Kadis PUPR Pegunungan Arfak Papua Barat Natan Pasomba, serta mantan pejabat pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Rifa Surya.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dengan tersangka SL, Tenaga Ahli DPR Fraksi PAN dan saat ini menjabat Ketua Harian DPD PAN Subang," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK saat itu, Karyoto, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/11/2022).
Nilai transaksi keduanya yang ditangkap dalam LHA PPATK mencapai Rp40 miliar.
6. Yul Dirga
Berdasarkan catatan Bisnis, Yul Dirga merupakan mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) 3 Jakarta. Dia dihukum enam tahun dan enam bulan penjara, lantaran terjerat kasus suap pemeriksaan restitusi pajak PT Wahana Auto Ekamarga (WAE) 2015-2016.
Nilai transaksi Yul Dirga yang ditangkap PPATK yakni mencapai Rp53 miliar.
7. Hadi Sutrisno
Seperti halnya Yul Dirga, Hadi Sutrisno juga terjerat dalam kasus yang sama. Bedanya, nilai transaksi mencurigakan milik Hadi jauh lebih tinggi dari Yul yakni mencapai Rp2,7 triliun.
Hadi dulunya merupakan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT WAE di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga.
8. Agus Susetyo, Auli Imran Maghribi, Ryan Ahmad Ronas, dan Veronika Lindawati
Transaksi mencurigakan empat terpidana kasus suap pejabat pajak Angin Prayitno itu mencapai Rp818,2 miliar. Keempatnya merupakan terpidana kasus Angin Prayitno dari kalangan swasta dan konsultan pajak.
Secara terperinci, mereka adalah konsultan pajak PT Jhonlin Baratama Agus Susetyo, mantan petinggi PT Bank Pan Indonesia (Panin) Veronika Lindawati, serta Dua konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP) Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi.
Sementara itu, nama Angin Prayitno tak ada dalam daftar LHA PPATK yang dipaparkan Ketua KPK. Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu itu kini dihukum bui sembilan tahun.
9. Yulmanizar dan Wawan Ridwan
Yulmanizar dan Wawan Ridwan merupakan tim pemeriksa pajak 2018-2019 yang juga terjerat dalam kasus rasuah Angin Prayitno. Dalam dakwaan Angin, Yulmanizar, Wawan, serta dua orang lainnya yakni Febrian dan Alfred Simanjuntak disebut telah menerima hadiah atau janji senilai Rp15 miliar dan US$4 juta dari para konsultan dan kuasa wajib pajak PT Gunung Madung Plantations, PT Bank Panin Indonesia Tbk., serta PT Jhonlin Baratama.
Nilai transaksi mencurigakan kedua terpidana tersebut mencapai Rp3,22 triliun.
10. Alfred Simanjuntak
Berbeda dengan Yulmanizar dan Wawan, Alfred tercatat memiliki nilai transaksi tersendiri yang tertangkap oleh analisis PPATK. Nilainya mencapai Rp1,27 triliun.
Sebelumnya, Alfred diputus bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan dihukum delapan tahun penjara, serta denda Rp200 juta.