Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Direktur Eksekutif Voxpol: Cawapres Jadi Doping Politik Pilpres 2024

Direktur Eksekutif Voxpol menyebut bahwa cawapres menjadi doping politik pada Pilpres 2024.
Analis politik Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago./Istimewa
Analis politik Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyebut calon wakil presiden (cawapres) sebagai doping politik dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Menurutnya, kedudukan cawapres menjadi variabel paling menentukan dalam kontestasi politik mendatang.

Hal ini terlihat dari beberapa hasil survei Pemilu 2024 yang mengerucutkan capres kuat dan kompetitif hanya ke dalam tiga nama calon. Ketiganya adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, serta Anies Baswedan.

“Elektibilitas ketiga tokoh ini di berbagai lembaga survei bersaing sangat ketat dan saling menyalip, sehingga membuat posisi cawapres menjadi kunci pemenangan Pemilu mendatang,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (11/5/2023).

Pangi menilai, fakta itu lah yang membuat para partai politik (parpol) pengusung hingga saat ini masih menutup rapat-rapat dan irit bicara soal nama cawapres yang akan dipasangkan oleh capres pilihannya.

Fatal menurutnya jika para pimpinan parpol tidak berpikir secara matang dalam menentukan cawapres yang akan disandingkan oleh tiga nama di atas.

Keliru dan salah menggandeng, sambungnya, cawapres berpotensi menggerus elektabitas capresnya.

“Sejauh ini parpol koalisi tidak akan terburu-buru mengumumkan cawapresnya, caranya mengunci namanya. Sebab, cawapres harus dipastikan kontributif terhadap capresnya,” jelas Pangi.

3 Kriteria

Setidaknya terdapat 3 kriteria penting dalam penentuan cawapres. Pertama, modal elektabilitas (racikan elektoral). Kedua, dukungan partai politik. Ketiga, ketersedian isi tas (modal logistik kampanye), sebab biaya pilpres high cost.

Pertama, modal elektabilitas.

Menurutnya, cawapres yang memiliki basis elektoral yang kuat atau memiliki jaringan politik yang luas dapat membantu pasangan calon untuk memenangkan dukungan dari partai politik atau koalisi politik yang sebelumnya tidak mendukung.

Kedua, dukungan parpol.

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam pemilihan presiden, parpol  memiliki peran penting dalam memperoleh suara dan mendapatkan dukungan dari anggota partai.

Oleh karenanya, memilih cawapres yang berasal dari parpol yang memiliki basis dukungan yang kuat dapat membantu pasangan calon presiden memperoleh suara dari basis partai tersebut. Ibarat mengamankan basis dukungan menurut Pangi. 

“Cawapres yang memiliki pengaruh politik yang kuat dan  berasal dari daerah yang memiliki potensi elektoral besar dapat memberikan keuntungan bagi pasangan capres,” katanya.

Dalam hal ini, Pangi mengambil contoh pasangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam Pemilu 2019.

“Cawapres representasi kebutuhan pemilih Gen Z dan milenial. Sebab bagaimanapun, generasi milenial cukup besar dan potensial pemilihnya, bahkan mendekati 60 persen. Harus hati-hati juga dengan perilaku memilih (voting behavior) kelompok klaster ini,” kata Pangi.

Ketiga, ketersediaan ‘isi tas’ atau modal logistik kampanye.

Hal ini menjadi kriteria pemilihan cawapres karena telah diketahui bersama bahwa pembiayaan Pilpfes memerlukan biaya yang besar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper