Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenkumham: Ada 30 Eksil di Luar Negeri, Mayoritas Lansia di Eropa Timur

Kemenkumham menyebut terdapat sekitar 30 korban terdampak peristiwa pelanggaran HAM yang berada di luar negeri atau eksil.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyebut terdapat sekitar 30 korban terdampak peristiwa pelanggaran HAM yang berada di luar negeri atau eksil, berdasarkan data awal. 

Direktur Jenderal (Dirjen) HAM Kemenkumham Dhahana Putra mengatakan bahwa eksil di luar negeri dengan jumlah sekitar 30 orang itu masih merupakan data awal dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). 

"Sejauh ini data awal itu 30 eksil. Itu akan kami upgrade kembali karena insya Allah kami rapat lagi dengan perwakilan di berbagai negara khususnya di Eropa Timur," ujarnya saat ditemui di sela Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Arahan Presiden tentang Pelanggaran Ham Berat (PHB), Jakarta, Kamis (4/5/2023). 

Dhahana mengatakan bahwa sebagian besra eksil itu berada di negara-negara kawasan Eropa Timur. Beberapa di antaranya bahkan sudah memiliki suatu forum perkumpulan eksil di luar negeri. 

Dari segi umur, para eksil tersebut sudah memasuki kategori lanjut usia atau lansia. Tidak sedikit bahkan yang sudah meninggal, dan belum sempat pulang ke Indonesia. 

"Dari segi usia paling muda 80 tahun, karena peristiwanya kan 1965," terangnya. 

Namun demikian, Dhahana mengatakan bahwa tidak semua eksil yang ada di luar negeri bakal ingin kembali menjadi WNI. Dia menyebut telah memetakan potensi keinginan dari eksil tersebut.

Pertama, ada eksil politik eks WNI yang bakal tetap memilih menjadi Warga Negara Asing (WNA). Kedua, mereka yang ingin kembali menjadi WNI. 

Ketiga, eksil politik di luar negeri yang ingin memeroleh kemudahan berkunjung ke Indonesia. Keempat, mereka yang ingin menjadi WNI, tetapi tidak melepas status WNA.

"Nah, yang potensi keempat ini agak sulit karena memang undang-undang kewarganegaraan kita itu menganut asas single citizenship, kecuali yang usia 18 tahun ke bawah itu double citizenship," ujar Dhahana.

Oleh karena itu, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) No.2/2023, pemerintah memiliki tugas untuk memulihkan hak korban atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat secara adil dan bijaksana, sekaligus mencegah agar hal tersebut tidak terjadi lagi.

Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.4/2023 tentang pembentukan Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat. 

Pada intinya, terdapat tiga aspek dalam Keppres dan Inpres tersebut. Pertama, Negara mengakui telah terjadi pelanggaran HAM yang berat di masa lalu. 

Kedua, Negara berharap tidak lagi terjadi kasus pelanggaran HAM yang berat lagi. Ketiga, pemulihan bagi korban, ahli waris, dan korban terdampak. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper