Bisnis.com, JAKARTA - Komandan Pasukan Dukungan Cepat /Rapid Support Forces (RSF) Mohamed Hamdan Dagalo yang dikenal sebagai Hemedti mengatakan telah kehilangan lebih dari 60 prajurit yang tewas dalam bentrokan dengan tentara negara Sudan.
Dia mengatakan bahwa Ketua Dewan Kedaulatan Abdel Fattah al-Burhan melancarkan serangan dan membuat RSF kehilangan pasukan, pada Kamis (20/4/2023).
"(Komandan Angkatan Darat dan ketua Dewan Kedaulatan Abdel Fattah) al-Burhan melancarkan serangan, Pasukan Pendukung Cepat kehilangan lebih dari 60 orang (yang) tewas," katanya.
Menurut Kepala RSF itu satu-satunya solusi untuk krisis di Sudan adalah membawa al-Burhan ke pengadilan, seperti dilansir dari TASS, pada Jumat (21/4/2023).
Dia meminta masyarakat internasional untuk tidak bernegosiasi dengan komandan tentara, dan mengatakan bahwa al-Burhan yang memulai pertempuran dan bertanggung jawab atas kematian rakyat Sudan.
Hemedti juga menganggap tentara Sudan bertanggung jawab atas gencatan senjata 24 jam yang gagal yang telah disepakati sebelumnya, pada Rabu (19/4/2023).
Baca Juga
"Kami menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dan gencatan senjata, tetapi pihak lain tidak menginginkannya," lanjut komandan RSF.
Dia juga mengatakan bahwa pasukan paramiliter menolak campur tangan apapun dalam konflik internal negara itu, menambahkan bahwa RSF tidak mendapat dukungan dari kekuatan luar manapun.
"Kami tidak mendapatkan dukungan eksternal, dan apa yang dilaporkan media dalam hal ini adalah kebohongan. Kami menolak campur tangan apapun (dalam konflik di Sudan)," tambahnya.
Situasi di Sudan meningkat karena ketidaksepakatan antara al-Burhan dan Hemedti, yang merupakan mantan wakil di Dewan Kedaulatan.
Bentrokan pecah antara kedua kelompok di dekat pangkalan militer di Merowe dan di Ibu Kota Khartoum, pada Sabtu (15/4/2023) pagi.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setidaknya 330 orang tewas dalam konflik tersebut, dengan lebih dari 3.000 orang terluka.
Sementara itu, Komite Dokter Sudan melaporkan bahwa setidaknya 198 warga sipil tewas dalam konflik tersebut, lebih dari 1.000 terluka dan lebih dari 3.300 orang harus meninggalkan rumah.