Bisnis.com, JAKARTA – Pengusaha Jamu Indonesia (GP Jamu) berharap agar masukan yang telah disampaikan kepada pemerintah dan legislator mendapat perhatian dalam Rancangan Undang – Undang (RUU) Kesehatan sehingga dapat diterjemahkan dalam peraturan perundangan turunannya.
Sekjen DPP GP Jamu Rusdiyanto mengatakan sejauh ini GP Jamu sudah dilibatkan dalam pembahasan RUU tentang kesehatan baik oleh DPR RI, dalam hal ini (Komisi IX), maupun oleh Pemerintah (Kementerian Kesehatan). Atas pembahasan bersama terkait RUU kesehatan, dia pun menyatakan dukungannya.
“Sejauh ini, sikap GP Jamu terhadap RUU Kesehatan menyambut baik RUU ini dengan mempertimbangkan pengembangan Industri dan usaha jamu, obat tradisional Indonesia,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip, Rabu (19/4/2023).
Kendati menyampaikan dukungan terhadap RUU Kesehatan, tetapi GP Jamu menjabarkan masih adanya kekurangan dalam substansi tersebut.
Dia memerinci dalam sejumlah pasal seperti pada Bab V dalam Upaya Kesehatan. Pada Pasal 145 ayat 1 bab tersebut, dia menyayangkan bahwa untuk jamu yang sudah terbukti berkhasiat dan sudah digunakan secara turun temurun bisa digunakan walaupun kerasionalannya belum diketahui karena belum ada penelitian. Dia menilai hal ini dapat menimbulkan polemik ke-depannya.
Kemudian, lanjutnya, dalam BAB VII Sumber Daya Kesehatan, GP Jamu mengusulkan agar pengetahuan tentang jamu harus dimasukan dalam kurikulum pendidikan nasional, terutama dalam pendidikan tenaga kesehatan seperti Sekolah Menengah Farmasi, Bidan, Perawat dan terlebih di Fakultas Kedokteran, sebab seorang dokter merupakan opinion leader dalam bidang kesehatan.
Baca Juga
Bab lainnya yang tak luput dari sorotannya adalah dalam Bab IX Ketahanan Kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam hal ketahanan kefarmasian RUU Kesehatan, dia berpendapat seharusnya mendorong pengembangan jamu dan obat bahan alam lainnya yang sudah terbukti banyak memberikan kontribusi dalam menjaga kesehatan masyarakat baik dalam masa normal seperti obat kencing manis, liver, kolesterol, asam urat, dan lainnya maupun dalam masa pandemi Covid-19 sebagai imunomodulator.
Menurutnya, Indonesia merupakan menjadi pusat keanekaragaman hayati dengan jumlah lebih dari 30.000 jenis tanaman. Adapun sebanyak 9.600 di antaranya berindikasi berkhasiat sebagai obat. Bahkan, tanaman obat yang ada di dunia sebanyak 80 persen tumbuh di Indonesia.
Alhasil pemerintah harus menjamin penemuan dan pengembangan obat bahan alam, dan menjamin kelestarian sumber farmasi yang berasal dari alam Indonesia. Hal ini meliputi penemuan dan pengembangan dapat dilakukan oleh industri farmasi, industri dan usaha obat tradisional, lembaga penelitian dan lembaga pendidikan.
Pasal terakhir yang disorot oleh pengusaha jamu adalah terkait dengan BAB XVI Pembinaan dan Pengawasan. Rusdiyanto menjelaskan anggota GP Jamu 80 persen adalah UMKM yang perlu dan harus diberikan pembinaan dan pemberdayaan oleh pemerintah baik oleh Kemenkes maupun kementerian terkait. Oleh karena itu RUU Kesehatan harus mendorong dilakukannya pembinaan terhadap usaha obat tradisional Indonesia.
Dia pun berpendapat paradigma pengawasan oleh pemerintah harus berubah dari pengawas sebagai watchdog yang hanya berorientasi pada temuan penyimpangan menjadi pengawasan sebagai katalis yang memberikan jalan keluar.
“Imbas RUU terhadap sektor industri dan usaha Jamu menurut kami bagus apabila yang kami sampaikan sebagai masukan mendapat perhatian dan ada cantolannya dalam RUU Kesehatan. Sehingga nantinya diterjemahkan dalam peraturan perundangan turunannya,” tekannya.