Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) tengah menindaklanjuti penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Di dalamnya, salah satunya diatur perihal aborsi.
Menurut RUU itu, setiap orang di Indonesia dilarang melakukan aborsi. Namun, dengan dua pengecualian.
Pengecualian pertama, ada indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat, dan/atau cacat bawaan, atau yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
“[Kedua] kehamilan akibat perkosaan,” tulis pemerintah seperti dikutip Bisnis.com, Senin (10/4/2023).
Lebih jauh dijelaskan aborsi yang dapat dikecualikan tersebut hanya dapat dilakukan dengan beberapa persyaratan.
Antara lain kehamilan sebelum kehamilan berumur 14 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; oleh tenaga medis yang memiliki kompetensi dan kewenangan.
Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Namun, aborsi hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasihatan pratindakan dan diakhiri dengan konseling pascatindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp75 juta (kategori IV).