Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kronologi Polemik Transaksi Janggal Rp349 Triliun di Kemenkeu

Pernyataan Mahfud soal transaksi mencurigakan Rp349 Triliun di lingkungan Kemenkeu berbuntut panjang. Berikut ini adalah kronologinya.
Kronologi Polemik Transaksi Janggal Rp349 Triliun di Kemenkeu. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Sabtu (11/3/2023). JIBI/Bisnis- Ni Luh Angela
Kronologi Polemik Transaksi Janggal Rp349 Triliun di Kemenkeu. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Sabtu (11/3/2023). JIBI/Bisnis- Ni Luh Angela

Bisnis.com, JAKARTA - Informasi mengenai transaksi janggal atau mencurigakan senilai Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi bola liar. Tidak cukup hanya klarifikasi berulang kali, kini pejabat negara yang berada di pusaran informasi tersebut satu per satu dipanggil oleh DPR RI. Bahkan, tak sedikit yang berpotensi dipolisikan.

Pejabat yang dimaksud yakni Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ketiganya belakangan ini kerap muncul bersama di muka publik untuk konferensi pers, hingga dipanggil ke Senayan.

Perkembangan teranyar dari polemik tersebut adalah rencana pelaporan terhadap ketiganya oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) ke Bareskrim Polri. Laporan tersebut berkaitan dengan dugaan pembukaan rahasia kepada publik, seperti yang dituduhkan oleh DPR.

Awalnya, polemik informasi transaksi mencurigakan senilai ratusan triliun di lingkup Kemenkeu dibeberkan oleh Menko Polhukam ke publik, pada Rabu (8/3/2023). Hal itu disampaikannya saat berada di Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Saat itu, Mahfud menyebut nilai transaksi mencurigakan itu sekitar Rp300 triliun. Nilai transaksi itu merupakan akumulasi dari 160 laporan lebih selama kurun waktu 2009 hingga 2023 dari PPATK.

"Itu tahun 2009 sampai 2023. Ada 160 laporan lebih sejak itu, tidak ada kemajuan informasi, sesudah diakumulasikan semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu. Sehingga akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp300 triliun," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, dikutip dari Antara.

Informasi yang dibocorkan Mahfud itu bukan hujan di siang bolong. Saat itu, publik dan pejabat negara baru saja digemparkan oleh harta pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu yang mencapai Rp56 miliar yakni Rafael Alun Trisambodo. Kejanggalan harta Rafael mengemuka setelah Mario Dandy, anaknya, menjadi tersangka penganiayaan.

Bak bola salju yang menggelinding, harta jumbo dan gaya hidup mewah pejabat publik, khususnya di lingkungan Kemenkeu terkuak satu per satu. Kementerian pimpinan Sri Mulyani ini semakin terseret akibat informasi yang disampaikan Mahfud yakni transaksi mencurigakan sekitar Rp300 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga merespons pernyataan Mahfud beberapa waktu setelahnya. Bendahara Negara mengaku tidak tahu menahu soal sumber hitungan transaksi jumbo tersebut.

Akibatnya, pejabat dari dua kementerian itu pun mulai sibuk melakukan klarifikasi. PPATK, sebagai lembaga intelijen keuangan yang membuat laporan, juga ikut hadir dalam beberapa konferensi pers.

Dalam kurun waktu 2 hari, Kemenko Polhukam dan Kemenkeu melakukan konferensi pers. Pernyataan pers pertama digelar di Kemenko Polhukam, yang dihadiri Mahfud dan Wamenkeu Suahasil Nazara.

Pada saat itu, Mahfud mengatakan bahwa laporan PPATK mengenai transaksi Rp300 triliun itu diduga merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Transaksi itu melibatkan 467 orang pegawai di dalam Kemenkeu selama 14 tahun lamanya.

Pada akhir pekan, Sabtu (11/3/2023) Mahfud kembali memberikan keterangan pers bersama Sri Mulyani. Mahfud kembali menegaskan bahwa transaksi itu diduga pencucian uang dan merupakan wewenang aparat penegak hukum untuk memberi tindakan.

Pernyataan Mahfud lalu berubah-ubah. Empat hari setelah muncul ke publik dengan Menkeu, dia lalu mengatakan bahwa transaksi itu bukan TPPU berdasarkan perkembangan terakhir. Nilai transaksi juga berubah menjadi Rp349 triliun.

"Saya waktu itu sebut Rp300 triliun, seusai diteliti lagi ternyata lebih dari itu, Rp349 triliun mencurigakan," ungkapnya kepada awak media di Gedung Kemenko Polhukam, Senin (20/3/2023).

Sri Mulyani pun ikut melakukan klarifikasi. Awalnya, dia menceritakan bahwa tidak ada surat maupun keterangan ke kementeriannya mengenai informasi transaksi jumbo itu, pada saat Mahfud membuat pernyataan terkait ke publik.

Teranyar pada rapat dengan Komisi XI DPR kemarin, Senin (27/3/2023), mantan Pejabat Bank Dunia itu kembali menceritakan kronologi penerimaan surat dari PPATK. Dia mengatakan bahwa surat diterima pada 9 Maret 2023, atau sehari setelah pernyataan Mahfud.

Isinya, terdapat 196 surat-surat PPATK ke Itjen Kemenkeu selama 2009-2023 yang dilampirkan dalam 36 halaman lampiran. Namun, Sri Mulyani mengatakan tak bisa mengungkap isinya ke publik karena bersifat rahasia (confidential). Dia hanya menyebut bahwa 196 surat itu tidak berisi data mengenai nilai uang yang dimaksud Mahfud dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana.

Baru pada Senin (13/3/2023), Kemenkeu menerima surat dari PPATK berisi data mengenai transaksi Rp349 triliun. Surat itu memiliki 43 halaman lampiran, yang berisi informasi terkait dengan 300 surat PPATK ke Kemenkeu.

Di hadapan DPR, Sri Mulyani menjelaskan secara terperinci mengenai surat-surat tersebut. Dia mengungkapkan bahwa dari 300 surat yang dikirim PPATK, 100 di antaranya ternyata beralamat tujuan ke aparat penegak hukum, bukan ke Kemenkeu. Nilai transaksi yang tercantum dalam informasi surat itu yakni Rp74 triliun, selama periode 2009-2023.

Kemudian, 65 surat lainnya terkait dengan transaksi Rp253 triliun merupakan data dari transaksi debit dan kredit operasional perusahaan. Dia mengatakan transaksi itu tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu, namun berkaitan dengan fungsi Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai.

Selanjutnya, tercantum pada 135 surat informasi mengenai nilai transaksi Rp22 triliun. Sebanyak Rp18,7 triliun dari Rp22 triliun itu pun, lanjut Menkeu, berkaitan dengan transaksi korporasi yang tidak berhubungan dengan kepegawaian Kemenkeu.

"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai kementerian itu Rp3,3 triliun. Ini 2009-2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang di-inquiry termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual-beli aset, dan jual beli rumah," ucapnya pada rapat bersama Komisi XI DPR, Senin (27/3/2023).

Di sisi lain, secara terpisah Komisi III DPR sebelumnya telah melakukan rapat tatap muka dengan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana dan jajaran. Di hadapan DPR, dia menegaskan bahwa transaksi senilai Rp349 triliun itu bukan merupakan tindak pidana korupsi di internal Kemenkeu.

Namun, informasi yang berbentuk laporan hasil analisis dan pemeriksaan yang disampaikan ke Kemenkeu itu memang memiliki kandungan indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Jadi jika dia tidak ada kandungan indikasi TPPU, dia tidak mungkin disampaikan ke pihak mana pun juga. Akan masuk database kami. Jika dia sudah keluar produk laporan hasil analisis dan pemeriksaan, itu tentunya kita berkeyakinan ada indikasi TPPU," ujarnya, Selasa (21/3/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper