Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Prancis telah meminta Rusia untuk merevisi perjanjiannya terkait pengerahan senjata nuklir taktis di Belarusia.
Prancis berpegang dengan komitmennya yakni menolak tegas perang nuklir. Komitmen ini juga telah disetujui oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan 5 negara anggota Dewan Keamanan PBB.
"Prancis sangat mementingkan komitmen terhadap pernyataan 3 Januari 2022 tentang tidak dapat diterimanya perang nuklir dan perlombaan senjata, yang telah disetujui oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan semua kepala negara serta pemerintahan 5 negara tetap anggota Dewan Keamanan PBB," katanya.
Pihaknya menyerukan kepada Rusia untuk bertanggung jawab atas keputusannya tersebut dan merevisi perjanjiannya dengan Belarusia.
"Ini menyerukan Rusia untuk menunjukkan tanggung jawab, yang diharapkan dari negara yang memiliki senjata nuklir, dan merevisi perjanjian destabilisasi ini," lanjutnya, seperti dilansir dari TASS, Senin (27/3/2023).
Menurut Kementerian Luar Negeri Prancis, keputusan ini menunjukkan terjadi penurunan pengendalian senjata dan stabilitas strategis di Eropa.
Baca Juga
Adapun, hal itu terjadi di tengah pelanggaran Rusia terhadap Perjanjian Pasukan Nuklir Jarak Menengah (INF) yang perlu ditangguhkan, dengan partisipasi Rusia dalam perjanjian pengurangan senjata strategis baru pada bulan Februari lalu.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa atas permintaan Belarusia, Rusia akan mengerahkan senjata nuklir taktisnya di Belarusia, pada Sabtu (25/3/2023).
Putin melakukan itu, mengingat Amerika Serikat (AS) telah lama melakukan hal serupa di wilayah negara-negara sekutunya.
Rusia juga telah mentransfer sistem Iskander ke Minsk yang dapat digunakan untuk mengangkut senjata nuklir.
Menurut pemimpin Rusia itu, pembangunan depot senjata nuklir taktis di Belarusia diharapkan dapat selesai pada 1 Juli mendatang.