Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menindaklanjuti 260 kasus yang terkait dengan penemuan transaksi janggal Rp349,87 triliun oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Hal ini disampaikan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi III DPR RI, Selasa (21/3/2023).
Ivan mengatakan kasus yang telah ditindaklanjuti tersebut telah mencapai 59,62 persen dari total kasus yang disampaikan PPATK kepada Kemenkeu.
“Ada 59,62 persen [kasus yang ditindaklanjuti dan ditemukan tindak pidana asalnya] berdasarkan feedback yang kami dapatkan, 260 kasus,” katanya.
Menurutnya, sebanyak 260 kasus tersebut ada yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana kepabeanan dan tindak pidana perpajakan, di samping tindak pidana pencucian uang.
Pada kesempatan tersebut, Ivan menegaskan bahwa transaksi mencurigakan sebesar Rp349,87 triliun bukanlah tindak pidana yang dilakukan oleh atau di Kementerian Keuangan, melainkan terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari Kemenkeu itu sendiri sebagai penyidik tindak pidana asal.
Baca Juga
“Jadi Rp349,87 triliun itu, kita tidak semuanya bicara tentang tindak pidana yang dilakukan oleh atau di Kemenkeu, tapi ini terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal,” katanya.
Dia menjelaskan transaksi janggal tersebut kebanyakan terkait dengan ekspor impor dan perpajakan. Misalnya, pada satu kasus saja, bisa terdapat transaksi senilai Rp40 triliun hingga Rp100 triliun
Ivan juga menegaskan bahwa transaksi mencurigakan yang ditemukannya bukan merupakan tindak pidana korupsi di lingkungan pegawai Kemenkeu.
“Jika terjadi korupsi di internal Kemenkeu, kita tidak akan sampaikan hasil analisis ke Kemenkeu karena Kemenkeu bukan penyidik tindak pidana asal hasil analisis,” jelasnya.
Ivan mencontohkan, seperti kasus pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT), hasil analisis yang dilakukan PPATK diserahkan kepada KPK sebagai penyidik tindak pidana asal, bukan ke Kemenkeu.