Bisnis.com, JAKARTA - Perbedaan awal Ramadan menjadi fenomena yang kerap terjadi di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena ada dua metode penetapan awal puasa yang digunakan di Indonesia, yakni metode Imkanur Rukyat yang biasa digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan Wujudul Hilal oleh Muhammadiyah.
Sedangkan, pemerintah memutuskan untuk menggabungkan kedua metode tersebut untuk menentukan awal bulan Hijriah.
Keputusan ini tertuang dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang kala itu menjabat sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI.
Adapun, pemerintah akan menggelar Sidang Isbat Awal Ramadan 1444 H pada Rabu (22/3/2023) atau bertepatan dengan 29 Syakban di kalender Hijriah.
Berikut perbedaan awal puasa 2023 antara Muhammadiyah, NU, dan Pemerintah
Muhammadiyah
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan awal Ramadan 1444 H jatuh pada Kamis (23/3/2023).
"Umur bulan Syakban 1444 H 30 hari dan 1 Ramadan 1444 H jatuh pada Kamis Pon, 23 Maret 2023," jelas Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (17/3/2023).
Baca Juga
Adapun, penetapan tersebut berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Muhammadiyah.
Organisasi Islam ini menyebut bahwa ijtimak atau peristiwa di mana bumi, matahari, dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama baru akan terlihat pada Rabu (22/3/2023) pukul 00.25 WIB.
Pada saat itu, ketinggian bulan saat matahari terbenam di Yogyakarta telah menunjukkan posisi bulan yang telah berada di atas ufuk. Hal ini menandakan bahwa hilal sudah wujud.
"Tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta (¢ = -07° 48' dan l = 110° 21' BT) = +01° 47' 58'' (hilal sudah wujud) dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam itu bulan berada di atas ufuk," lanjut bunyi hasil hisab tersebut.
Nahdlatul Ulama (NU)
Sama halnya seperti pemerintah, Nahdlatul Ulama (NU) hingga saat ini belum menetapkan awal puasa 2023.
Sebab, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia ini harus terlebih dahulu melakukan rukyatul hilal atau mengamati ketampakan hilal saat matahari terbenam menjelang awal bulan pada kalender Hijriah.
Pengamatan dilakukan dengan mata telanjang atau alat bantu optik, seperti teleskop.
Meski tahapan tersebut belum dilakukan, namun besar kemungkinan bahwa NU juga akan menetapkan awal Ramadan 1444 H pada Kamis (23/3/2023).
Mengutip dari laman NU Online, berdasarkan data yang dimiliki oleh Lembaga Falakiyah PBNU, dilaporkan bahwa letak Matahari pada Rabu (22/3/2023) akan berada pada titik 0 derajat 32 menit 56 detik utara titik barat, sedangkan letak hilal berada pada 3 derajat 39 menit 59 detik utara titik derat.
Dengan demikian, disimpulkan bahwa posisi hilal di Indonesia telah berada di atas ufuk dan memenuhi kriteria imkan rukyat atau kemungkinan hilal bisa teramati, yaitu mencapai ketinggian 3 derajat dengan elongasi 6,4 derajat.
Kriteria tersebut merupakan kriterian yang disepakati oleh Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
Pemerintah
Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) baru akan menetapkan awal puasa 2023 usai Sidang Isbat yang digelar pada Rabu (22/3/2023).
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Adib mengatakan, pelaksanaan sidang isbat akan dibagi dalam tiga tahap.
Pertama, tim hisab rukyat Kemenag akan memaparkan posisi hilal awal Ramadan 1444 H berdasarkan hasil hisab atau perhitungan astronomi. Rangkaian selanjutnya adalah pelaksanaan Sidang Isbat penetapan awal Ramadan 1444 H yang akan dilakukan setelah waktu Maghrib.
Selain data hisab, pelaksanaan Sidang Isbat juga akan merujuk pada hasil pemantauan rakyatul hilal di 123 titik di seluruh Indonesia.
Setelah Sidang Isbat dilaksanakan, Kemenag akan melakukan telekonferensi pers hasil Sidang Sibat yang nantinya disiarkan secara langsung oleh TVRI dan berbagai media lain. Hal ini menjadi tahapan terakhir dari pelaksanaan Sidang Isbat.