Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Muhyiddin Yassin didakwa menyalahgunakan kekuasaan dan pencucian uang atas proyek-proyek yang diluncurkan di bawah kepemimpinannya pada Jumat (10/3/2023). Dia terancam 20 tahun penjara jika tuduhan yang ditujukan kepadanya terbukti.
Menurut dia, tuduhan itu bermotivasi politik. Tuduhan itu datang hanya tiga bulan setelah Muhyiddin kalah dalam pemilihan umum (pemilu) tahun 2022.
Kasus yang membelit Muhyiddin ini kemungkinan akan meningkatkan ketegangan politik di Malaysia menjelang pemilihan daerah penting tahun ini.
Muhyuddin, yang memimpin Malaysia selama 17 bulan pada tahun 2020 hingga 2021, menjadi pemimpin Malaysia kedua yang didakwa melakukan kejahatan setelah kehilangan kekuasaan.
Melansir Reuters, pada sidang pengadilan di Kuala Lumpur, jaksa menuduh Muhyiddin menyalahgunakan posisinya sebagai perdana menteri untuk menerima suap sebesar 232,5 juta ringgit atau sekitar Rp795,6 miliar di rekening bank milik partainya, Bersatu.
Mantan perdana menteri dan pemimpin oposisi itu didakwa dengan empat dakwaan penyalahgunaan kekuasaan dan dua dakwaan pencucian uang.
Baca Juga
Muhyiddin, 65, mengaku tidak bersalah atas enam dakwaan dan mengatakan tuduhan itu adalah "penganiayaan politik terorganisir".
"Tidak satu sen pun dari uang rakyat masuk ke kantong saya sendiri selama masa jabatan saya sebagai perdana menteri," kata Muhyiddin kepada wartawan setelah diberikan jaminan.
Terancam 20 Tahun Penjara
Mantan perdana menteri itu menghadapi 20 tahun penjara jika terbukti bersalah. Dia juga akan dikenakan sanksi keuangan yang berat.
Kasus ini akan disidangkan selanjutnya pada 26 Mei. Mantan pemimpin itu mengatakan dia akan menghadapi dakwaan tambahan atas penyalahgunaan kekuasaan pada Senin (13/3/2023).
Muhyiddin dan partainya menghadapi penyelidikan korupsi sejak kalah dalam pemilihan nasional pada November, dengan rekening bank partai dibekukan oleh badan antikorupsi dan dua pemimpin dituduh melakukan penyuapan.
Mahyuddin juga dilarang meninggalkan negara itu.
Perdana Menteri Anwar Ibrahim, yang telah lama berjanji melakukan reformasi untuk memperbaiki pemerintahan dan memerangi korupsi yang telah lama menjangkiti Malaysia, menepis tuduhan bahwa tuduhan terhadap Muhyiddin bermotivasi politik.
Anwar mengatakan dia tidak ikut campur dalam penyelidikan.
Pemilihan Daerah
Tuduhan terhadap Muhyiddin datang menjelang pemilihan daerah penting yang akan diadakan di enam negara bagian pada pertengahan tahun, dengan koalisinya diperkirakan akan menjadi tantangan kuat bagi aliansi Anwar.
Jajak pendapat negara bagian dipandang sebagai ujian besar pertama bagi Anwar, yang gagal memenangkan suara mayoritas dalam pemilihan nasional tahun lalu.
Muhyiddin memimpin aliansi etnis-Melayu konservatif yang menggambarkan dirinya bersih dari korupsi, dan mendapat dukungan dari mayoritas Melayu di negara itu dalam pemilu tahun lalu.
Anwar menjalankan blok multi-etnis yang progresif tetapi menghadapi kritik karena bergandengan tangan dengan partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang tercemar korupsi untuk membentuk pemerintahan.
UMNO kalah dalam pemilu 2018 karena tuduhan korupsi yang meluas, mengakhiri pemerintahan tanpa gangguan oleh partai yang telah memerintah Malaysia selama lebih dari 60 tahun sejak kemerdekaan.
Mantan pemimpin dan mantan perdana menteri UMNO, Najib Razak, menjalani hukuman penjara karena korupsi terkait skandal korupsi miliaran dolar dana negara 1MDB.
Wakil Anwar dan pemimpin UMNO saat ini, Ahmad Zahid Hamidi, juga menghadapi dakwaan korupsi.