Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Muhyiddin Yassin didakwa menyalahgunakan kekuasaan dan melakukan pencucian uang.
Melansir Channel News Asia, Jumat (10/3/2023), dia didakwa atas dua kesalahan itu setelah pihak berwenang memeriksa dirinya atas dugaan penyelewangan dana dari inisiatif stimulus Covid-19.
Dia dituduh menerima RM232,5 juta (US$51,4 juta) dari partai politiknya, Parti Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu). Selain itu, didakwa dengan tuduhan pencucian uang sebesar RM195 juta.
Pria berusia 76 tahun itu mengaku tidak bersalah.
Muhyiddin, yang merupakan Presiden Bersatu dan Ketua Koalisi Perikatan Nasional (PN), ditahan oleh Komisi Anti Korupsi Malaysia (MACC) pada Kamis (9/3/2023), setelah dia dipanggil untuk memberikan pernyataannya sehubungan dengan program Jana Wibawa.
Program tersebut dirilis pada November 2020, saat Muhyiddin menjabat sebagai perdana menteri, sebagai paket stimulus Covid-19 untuk membantu para kontraktor Bumiputera.
Baca Juga
MACC telah menyelidiki dugaan bahwa kontraktor terpilih untuk program bantuan itu telah menyetor RM300 juta (US$67,69 juta) ke rekening Bersatu.
Dua anggota Bersatu telah dituntut di persidangan sehubungan dengan kasus Jana Wibawa - Anggota DPR Tasek Gelugor Wan Saiful Wan Jan, serta pengusaha dan Wakil Ketua Divisi Segambut Bersatu Adam Radlan Adam Muhammad.
Secara terpisah, tersangka lain telah dituntut karena menawarkan RM10 juta kepada Wan Saiful untuk melibatkan Muhyiddin dalam kasus Jana Wibawa.
Bendahara Bersatu Mohd Salleh Bajuri juga sebelumnya ditahan oleh KPK setelah melakukan penyelidikan terhadap rekening bank partai tersebut.
Beberapa rekening bank milik Bersatu saat ini dibekukan oleh lembaga antikorupsi negara.
Bulan lalu, Menteri Perdagangan dan Industri Internasional Malaysia Tengku Zafrul Tengku Abdul Aziz dipanggil oleh MACC untuk membantu penyelidikan program Jana Wibawa.
Seruan untuk penyelidikan resmi atas pengeluaran stimulus muncul, karena PN diduga menjalankan kampanye pemilihan menggunakan dana dari dana yang diselewengkan, menjelang Pemilihan Umum ke-15 pada 19 November tahun lalu.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang berkuasa pada November, telah memerintahkan peninjauan ulang proyek-proyek pemerintah senilai miliaran dolar yang disetujui oleh Muhyiddin, termasuk program bantuan Covid-19, dengan tuduhan tidak mengikuti prosedur yang tepat.
Pada Kamis (9/3/2023) malam, Muhyiddin menyebut tuduhan itu sebagai balas dendam politik. Dia mengatakan dirinya tidak bersalah dan akan menjawab semua tuduhan di pengadilan.