Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) melakukan join audit dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membongkar praktik pencucian uang berkedok koperasi simpan pinjam atau KSP.
Sekadar informasi bahwa PPATK mengumumkan sebanyak 12 koperasi telah terindikasi melakukan pencucian uang. Nilai transaksi jumbo pencucian uang koperasi bahkan mencapai Rp500 triliun.
Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini telah mewajibkan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dengan Klasifikasi Usaha Koperasi (KUK) 3 dan 4 terhubung ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kami sudah melakukan join audit antara PPATK dan OJK. Kami mewajibkan KSP dengan KUK 3 dan 4 terhubung dengan PPATK. Sampai saat ini sudah ada 756 KSP yang terhubung dengan PPATK. PPATK akan mengawasi setiap transaksi KSP KUK 3 dan 4 dengan nilai di atas Rp 500 juta," kata Zabadi dilansir dari laman resmi Kemenkop UKM, Jumat (24/2/2023).
Adapun KSP dengan KUK 3 adalah koperasi yang memiliki aset di atas Rp100 miliar hingga Rp500 miliar. KSP ini juga punya modal sendiri sebanyak Rp15 miliar-Rp 40 miliar dengan jumlah anggota sebanyak 9.001 hingga 35.000 anggota.
Sedangkan KSP yang masuk dalam KUK 4 adalah KSP yang punya aset di atas Rp500 miliar, punya modal sendiri sebanyak Rp40 miliar dan memiliki anggota di atas 35 ribu orang.
Baca Juga
Tidak hanya mewajibkan KSP untuk terhubung ke PPATK, Kemenkop UKM juga terus melakukan langkah-langkah preventif dalam mengawasi KSP di Indonesia. Salah satunya dengan mewajibkan KSP untuk melapor kepada Kemenkop UKM secara periodik.
"Dari awal kami minta laporan per semester, akan ditingkatkan menjadi per triwulan," katanya.
Laporan tersebut mencakup, informasi usaha, neraca keuangan, dan lain sebagainya seperti prospektus keuangan yang terdapat pada perusahaan publik. "Jika tidak ada laporan, maka akan diberi sanksi berupa tidak diberikan izin usaha baru, pengembangan usaha, dan penilaian kesehatan koperasi," ucapnya.
Transaksi Jumbo
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 12 koperasi simpan pinjam (KSP) yang melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sepanjang 2020-2022.
Ketua PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan pihaknya sudah mengantongi 21 hasil analisis terkait kasus dugaan TPPU dari 12 KSP, nilainya lebih dari Rp500 triliun.
"Jumlah dana secara keseluruhan melebihi Rp500 triliun kalau bicara kasus yang pernah ditangani soal koperasi," jelas Ivan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, dikutip Rabu (15/2/2023).
Dia mengungkapkan, salah satu KSP itu adalah Indosurya. Meski begitu, dia tak menyebut nama 11 nama KSP lainnya.
"Indosurya sendiri memang masif, kita sampaikan kepada kejaksaan. Kami sudah beberapa kali mengirimkan hasil analisis kepada kejaksaan terkait kasus Indosurya," ungkapnya.
Ivan pun menegaskan hasil analisis PPATK, Indosurya memang melakukan tindakan pencucian uang. Dana nasabah, lanjutnya, dipakai dan ditransaksikan ke perusahaan yang terafiliasi Indosurya.
"Itu angkanya memang luar biasa besar. Kita menemukan dari satu bank saja ada itu 40.000 nasabah, dari satu bank saja. Dia punya sekian puluh bank atau sekian belas bank," jelasnya.
Ivan juga mengatakan aliran dana Indosurya juga mengalir ke luar negeri. Indosurya, lanjutnya, menggunakan skema Ponzi yaitu hanya menunggu masuknya modal baru kemudian dipakai perusahaan terafiliasi.
Lebih lanjutnya, dia mengklaim PPATK sudah berupaya semaksimal mungkin meminimalisir kerugian terkait kasus seperti Indosurya. Saat proses analisis transaksi mencurigakan, PPATK sudah coba menghentikan aliran dananya.
"Tapi sekali untuk mencegah kerugian masyarakat pada titik nol sangat tidak mungkin karena literasi masyarakat terkait dengan pinjol, judi, mohon maaf, masih dibilang lemah sehingga keuntungan besar yang ditawarkan pelaku usaha membutakan para nasabah," ungkapnya.