Bisnis.com, JAKARTA - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam berharap agar pemerintah tidak mengulangi kesalahan yang sama usai Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law disahkan menjadi UU.
Ari mengatakan, kesalahan itu terkait dengan lambannya proses penerbitan peraturan pemerintah (PP) yang seharusnya diturunkan usai DPR mengesahkan sebuah UU.
Menurutnya, kesalahan tersebut kemudian membuat pemerintah gagal memenuhi seluruh ketetapan yang diatur dalam UU tersebut, tak terkecuali aturan terkait pemberian insentif bagi peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS).
Ari menyampaikan, meskipun telah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dana insentif ternyata belum dapat diberikan secara merata kepada seluruh peserta PPDS.
"Kita tidak ingin lelah membikin UU tapi ternyata PP-nya dan peraturan tidak diturunkan. Akhirnya apa? Sepuluh tahun yang akan datang kita akan bicara lagi seperti ini sudah dibuat tapi tidak dikerjakan," ujarnya dalam acara Urgensi RUU tentang Kesehatan untuk Indonesia yang Sehat dan Sejahtera, Jumat (17/2/2023).
Pesan tersebut bahkan telah disampaikan Ari kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Dalam pertemuannya dengan Budi, Ari berharap agar menkes tidak menunda penerbitan peraturan-peraturan pendukung dari RUU Kesehatan.
"Ini sudah saya sampaikan ke Pak Menkes. Pak Menkes bilang, nanti kalau ini selesai dalam tiga bulan saya buat PP-nya segala macamnya, gitu lah kira-kira," katanya.
Seperti diketahui, penyusunan RUU Kesehatan yang dijalankan dengan metode Omnibus Law itu akan memberikan perubahan pada setidaknya dua UU terdahulu, yakni UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dan UU Nomor 29 Tahun 2024 tentang Praktik Kedokteran.
Hal tersebut lantas membuat penyusunan RUU Kesehatan mendapatkan penolakan dari berbagai pihak, salah satunya adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Salah satu poin yang dikritik oleh IDI terkait penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi, dan surat tanda registrasi (STR) dokter.
Sebelumnya, penentuan kompetensi dokter dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), namun jika RUU Kesehatan disahkan, maka kewenangan tersebut akan dilakukan secara mandiri oleh pemerintah daerah dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tanpa melibatkan organsisi profesi kedokteran.