Bisnis.com, JAKARTA -- Kasus tindak pidana di sektor finansial atau keuangan menjadi sorotan pemerintah belakangan ini. Sejumlah kasus penggelapan maupun penipuan dana nasabah asuransi dan koperasi bahkan sampai menggelitik telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Jokowi meminta OJK untuk betul-betul memberikan perlindungan kepada produk jasa keuangan berbentuk asuransi hingga dana haji.
Indikasi tersebut salah satunya tertangkap pada laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang dirilis oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selama 2022.
Berdasarkan laporan tersebut, laporan mencurigakan yang mengarah ke indikasi tindak pidana meningkat selama 2022 dari tahun sebelumnya. Jika ditotal, akumulasi LTKM yang dihimpun PPATK secara keseluruhan di 2022 mencapai 94.801, atau tumbuh 15,35 persen dari total 82.184 kasus di 2021.
Peningkatan jumlah indikasi tindak pidana salah satunya terjadi pada bidang perasuransian. Total jumlah indikasi tindak pidana pada LTKM di bidang perasuransian di 2022 tercatat sebanyak 2.484 kasus. Jumlah itu melonjak hingga 235,6 persen dari 2021 yakni 740 kasus.
Sejalan dengan peningkatan indikasi tindak pidana di sektor perasuransian, peningkatan indikasi tindak penipuan juga meningkat selama setahun yang lalu.
Total jumlah indikasi tindak pidana pada LTKM di bidang penipuan di 2022 tercatat sebanyak 29.696 kasus. Jumlah kasus tersebut tumbuh 18,6 persen dari 2021 yakni 25.026 kasus.
Sementara itu, indikasi tindak pidana penggelapan pada 2022 justru tercatat turun dari jumlah tahun sebelumnya. Jumlah kasus atau laporan mencurigakan terkait dengan penggelapan tercatat sebanyak 5.872 kasus.
Jumlah tersebut hampir dua kali lipat lebih rendah dari jumlah tahun sebelumnya yakni 10.468 kasus.
PEMERINTAH BERGERAK
Sejumlah kementerian/lembaga kini bergerak setelah sejumlah kasus penggelapan maupun penipuan dana masyarakat menyeruak ke telinga publik. Sejumlah hal disiapkan, tidak terkecuali pendekatan penegakan hukum.
Pada sektor asuransi, contohnya yakni kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau Wanaartha Life. Kasus tersebut bahkan berlanjut hingga keputusan terhadap pencabutan izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK menyebut pencabutan izin usaha Wanaartha Life lantaran tidak bisa memenuhi risk-based capital (RBC) yang ditetapkan, yakni minimal pada level 120 persen.
Kasus yang menyeret perusahaan asuransi itu menyeruak seiring dengan penyidikan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Saat itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) memerintahkan prmblokiran ratusan rekening efek, yang salah satunya milik Wanaartha Life.
Dari situlah, Wanaartha Life secara terbuka menyatakan belum dapat memenuhi kewajiban dan hak pemegang polis asuransi.
Selain asuransi, kasus gagal bayar turut ramai dialami oleh sejumlah koperasi. Contohnya, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama yang diduga melakukan penipuan dan penggelapan terhadap dana anggota.
Kemarin, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengungkap bahwa KSP itu baru merealisasikan pengembalian dana kepada anggota sekitar 3 persen dari keseluruhan kewajiban homologasi atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Total anggota yang harus dipenuhi haknya, terang Teten, berjumlah 185.000 orang hingga 2025 dengan nilai kerugian Rp8 triliun.
Imbas dari kasus tersebut, Bareskrim Polri menetapkan dua orang tersangka yakni Ketua Pengawas dan Anggota Pengawas KSP Sejahtera Bersama, IS dan DZ. Teranyar, berkas kasus terkait dua tersangka itu sudah masuk ke tahap 2.
Kedua tersangka inisial IS dan DZ dijerat dengan pasal 46 Undang-undang No.10/1998 tentang perubahan atas UU No.7/1992 tentang perbankan dan pasal 378 KUHP dan atau pasal 374 KUHP subsider Pasal 372 KUHP dan pasal 3, pasal 4 dan pasal 5 UU No.8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Unit 3 Subdit 5 Dittipideksus Bareskrim Polri melaksanakan tahap II di kantor Kejari Kota Bogor terkait perkara tindak pidana perbankan, penipuan, penggelapan, dan TPPU dengan tersangka IS dan BZ," ujar Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah dalam konferensi persnya dikutip, Jumat (10/2/2023).
Tidak hanya KSP Sejahtera Bersama, KSP Indosurya yang dimiliki oleh Henry Surya bahkan lebih menggemparkan publik. Total kerugian yang dialami oleh nasabah mencapai Rp106 triliun.
Tidak hanya itu, dua terdakwa bahkan dibebaskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, yakni Henry Surya dan Direktur Keuangan KSP Indosurya Junie Indira.
Majelis Hakim memutuskan bahwa keduanya terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan tindak pidana, melainkan perdata.
"Menyatakan Henry Surya terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan tindak pidana melainkan perkara perdata," ujar Hakim Ketua Syafrudin Ainor Rafiek pada sidang vonis Henry Surya di PN Jakarta Barat, Selasa (24/1/2023).
Putusan hakim langsung direspons oleh Kejaksaan Agung hingga pemerintah. Hal tersebut mengingat ribuan korban yang mengalami kerugian, dengan kerugian ratusan triliun.
“Uang masyarakat yang [menjadi] koban terhitung sementara yang ada datanya kurang lebih Rp16 triliun, terdakwa menghimpun dana sesuai [temuan] PPATK dan data dari BCA Rp106 triliun, serta hasil Audit Akuntan Publik keluar Rp106 triliun,” terang Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahnan Tanjung kepada Bisnis, Minggu (29/1/2023).
Buntut kasus tersebut, Bareskrim Polri pun kembali mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada kasus KSP Indosurya. Saat ini, satu perkara terkait dengan koperasi itu telah naik ke penyidikan yakni mengenai pemberian keterangan palsu dalam akta otentik serta TPPU.
Selain itu, satu perkara lain masih dalam tahap penyelidikan yakni menempatkan dan/atau memberikan keterangan palsu dalam akta otentik, serta menggunakan surat palsu, dan TPPU.
SENTILAN JOKOWI
Presiden Jokowi meminta OJK untuk betul-betul memberikan perlindungan kepada produk jasa keuangan berbentuk asuransi hingga dana haji.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bahkan menyinggunng beberapa kasus lembaga keuangan yang menjerat perusahaan pelat merah seperti PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), hingga Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.
"Jangan sampai [terulang] kejadian yang sudah-sudah seperti Asabri Rp23 triliun dan Jiwasraya Rp17 triliun. Ada lagi Indosurya, ada lagi Wanaartha, sampai hafal saya," tuturnya sambil menggelengkan kepala, Selasa (7/2/2023).