Bisnis.com, JAKARTA - Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Putri Candrawathi, divonis hukuman 20 tahun pidana penjara.
Selama lebih dari tujuh bulan bergulir, kasus yang menyeret Putri berangkat dari dugaan pelecehan seksual sampai dengan tuntutan hukuman delapan tahun penjara atas pembunuhan berencana terhadap ajudan suaminya.
Pada persidangan hari ini, Senin (13/2/2023), Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menyatakan Putri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana.
"Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun," terang hakim, Senin (13/2/2023).
Hakim menjelaskan sejumlah aspek yang memberatkan dan meringankan vonis terhadap Putri. Dia dinilai telah mencoreng nama baik organisasi istri polisi Bhayangkari, berbelit-belit dalam memberikan keterangan pada persidangan, tidak mengakui kesalahannya melainkan menganggap dirinya sebagai korban, dan lain-lain.
Hakim menilai tidak ada hal-hal yang meringankan putusan terhadap Putri. Putusan pidana terhadap istri eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo itu setelah melewati perjalanan panjang kasus sejak Juli 2022.
Pada saat awal merebaknya kasus penembakan Brigadir Yosua atau Brigadir J, Putri mengaku bahwa dirinya merupakan korban pelecehan seksual.
Berdasarkan keterangan Karo Penmas Mabes Polri Kombes Ahmad Ramadhan saat itu, penembakan yang dilakukan oleh Bharada Richard Eliezer atau Bharada E atas perintah Ferdy Sambo akibat dugaan pelecehan yang dilakukan Yosua kepada Putri.
"Penembakan terjadi karena Brigadir J memasuki kamar pribadi dari Kadiv Propam dan saat itu ada istri dari Kadiv Propam kemudian Brigadir J melakukan pelecehan," ujar Ramadan di gedung Humas Polri, Senin (11/7/2022).
Setelah penyelidikan penembakan Brigadir J berlangsung, Putri meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Kendati demikian, Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyebut Putri justru kurang kooperatif dalam memberikan keterangan kendati sudah dua kali bertemu.
"LPSK merasa, ya memang kurang kooperatif ibu ini," ujar Hasto saat dihubungi di Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Tidak hanya LPSK, lembaga negara lain ikut turun tangan menangani kasus Putri yakni Komnas HAM. Namun, lembaga tersebut tak kunjung mendapatkan kesempatan untuk memeriksa Putri lantaran disebut masih mengalami syok.
"Itu harus kita hormati, bukan berarti kita membiarkan berlama lama, enggak, kalau nanti kita pertimbangkan ini akan pengaruhi tahapan tahapan pemeriksaan," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat itu di Kantor Komnas HAM, Kamis (11/8/2022).