Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertama Kali dalam 6 Dekade, Populasi China Menyusut!

Biro Statistik Nasional China mencatat terjadi penurunan populasi sebanyak 850.000 jiwa sepanjang 2022.
Orang-orang menggunakan masker saat berkumpul di Bund di Shanghai, China, Sabtu (14/3/2020). Bloomberg/Qilai Shen
Orang-orang menggunakan masker saat berkumpul di Bund di Shanghai, China, Sabtu (14/3/2020). Bloomberg/Qilai Shen

Bisnis.com, JAKARTA - China melaporkan penurunan jumlah penduduk atau populasi terbesar sejak 1961 atau lewat 6 dekade lalu. Kondisi ini menjadi rekor krisis demografi terparah bagi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Dikutip dari Bloomberg, Selasa (17/1/2023), Biro Statistik Nasional China mencatat terjadi penurunan populasi sebanyak 850.000 jiwa sepanjang 2022. Artinya, China memiliki total penduduk sebanyak 1,41 miliar di akhir 2022 lalu.

Adapun, penurunan ini merupakan yang terparah sejak terjadi fenomena kelaparan hebat pada 1961 di bawah kepemimpinan Mao Zedong. Merosotnya jumlah populasi China saat ini pun bertepatan dengan laju ekonomi yang melambat sejak 1970.

Laporan tersebut menyebutkan ada sekitar 9,56 juta bayi lahir pada 2022, turun dari 10,62 juta jika dibandingkan tahun sebelumnya. Angka kelahiran ini memasuki level terendah setidaknya sejak tahun 1950, meskipun pemerintah berupaya mendorong keluarga untuk memiliki lebih banyak anak.

Di samping itu, sebanyak 10,41 juta orang meninggal, angka tersebut meningkat dari kematian yang tercatat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini disebut terjadi setelah adanya lonjakan kematian akibat Covid-19.

Lebih banyak kematian imbas Covid-19 kemungkinan akan kembali datang pada 2023 ini. Sebab, masih ada infeksi yang tertinggal dalam jangka waktu yang cukup panjang, mengingat infeksi ini menyebar ke seluruh negeri.

Kepala Biro Statistik Nasional China, Kang Yi, mengatakan penyebab utama penyusutan populasi di negara tirai bambu itu yakni penurunan kelahiran bayi.

"Itu terutama akibat penurunan keinginan orang untuk memiliki bayi, penundaan pernikahan dan kehamilan, serta penurunan jumlah wanita usia subur," kata Kang Yi, dikutip dari Bloomberg, Selasa (17/1/2023).

Namun, dia meyakini kondisi penurunan ini bukan hal yang perlu dikhawatirkan. Pasalnya, pasokan tenaga kerja di negara tersebut masih lebih besar dari permintaan pasar.

Berdasarkan data dari lembaga tersebut, sebanyak 62 persen populasi adalah usia kerja, yang didefinisikan China sebagai orang berusia 16 hingga 59 tahun. Angka tersebut turun dari sekitar 70 persen dari satu dekade lalu, hal ini menyoroti tantangan yang dihadapi China seiring bertambahnya usia populasinya.

Padahal, penurunan populasi ini terjadi jauh lebih cepat dari perkiraan sebelumnya dan dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi dengan memperlambat permintaan barang seperti rumah baru.

"Populasi kemungkinan akan cenderung turun dari sini di tahun-tahun mendatang. Ini sangat penting, dengan implikasi untuk pertumbuhan potensial dan permintaan domestik," kata Zhang Zhiwei, Kepala Ekonom di Pinpoint Asset Management Ltd.

Penurunan tersebut juga dapat membuat ekonomi China mungkin kesulitan untuk menyalip Amerika Serikat dan negara tersebut dapat kehilangan statusnya sebagai negara paling populer di dunia setelah India tahun ini.

Sebagai informasi, pada 2019, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa populasi China akan mencapai puncak tertingginya pada 2031 dan kemudian menurun, tetapi PBB telah merevisi perkiraan tersebut dan melihat puncaknya terjadi pada awal 2022.

Fenomena ini diprediksi akan memicu penyusutan tenaga kerja dalam jangka panjang. Permintaan rumah tangga kemungkinan akan turun lebih jauh, dan pemerintah mungkin juga perlu berjuang untuk membayar sistem pensiun nasional yang kekurangan dana.

Ke depannya, China diperkirakan akan mengikuti jejak negara-negara lain di Asia Timur seperti Jepang atau Korea Selatan, yang tingkat kelahirannya menurun drastis dan populasi menua dan mulai menyusut karena mereka menjadi lebih kaya dan berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper