Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin menyebutkan Indonesia saat ini memiliki tiga kawasan industri halal (KIH). Kendati telah berdiri selama beberapa tahun, tingkat keterisian dari ketiga KIH tersebut masih belum optimal sehingga diperlukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Hal ini disampaikannya usai memimpin Rapat Pleno Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) di Istana Wakil Presiden, pada Selasa (20/12/2022).
“Kita terus membahas kendala-kendala yang dihadapi [KIH], pertama, supaya para pengusaha masuk ke dalam kawasan industri halal. Oleh karena itu, sedang dilakukan penelitian, upaya-upaya apa, kendala apa, antara lain yang bersifat insentif, baik itu fiskal maupun non fiskal,” ujarnya di Istana Wakil Presiden, Selasa (20/12/2022).
Untuk diketahui, Saat ini telah terbangun tiga KIH, yaitu Halal Modern Valley di Serang, Banten, Halal Industrial Park di Sidoarjo, dan Bintan Inti Halal Hub. Ketiga KI Halal tersebut telah menangkap potensi investasi industri halal global.
Lebih lanjut, Ma’ruf Amin menekankan bahwa keberhasilan dalam menjadikan Indonesia menjadi produsen halal terbesar di dunia pada 2024 akan memberi banyak dampak positif bagi negara dan masyarakat, khususnya di bidang ekonomi dan keuangan syariah.
“Perwujudan visi Indonesia sebagai produsen halal terkemuka di dunia dapat mendorong industri ekonomi dan keuangan syariah sebagai arus baru ekonomi Indonesia di tingkat domestik maupun global,” pungkas Ma’ruf.
Plt. Direktur Eksekutif Komisi Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Taufik Hidayat melaporkan hingga Desember 2022, keterisian Modern Halal Valley Cikande sebesar 19 persen, Halal Industri Parks Sidoarjo 33,1 persen, dan Bintan Inti Halal Hub 4,7 persen.
“Diperlukan dukungan Kemenko Perekonomian untuk mengoordinasikan integrasi industri dari hulu ke hilir di 3 KIH tersebut,” imbuh Taufik.
Menanggapai pertanyaan yang sama tentang KIH, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan saat ini insentif yang telah disiapkan Pemerintah untuk menarik investor ke KIH bukan hanya dari sisi kebijakan fiskal, tetapi juga dari sisi non fiskal.
“Terutama di Bintan dan Kepri sehingga bisa menjadi global hub dan meningkatkan value chain industri halal dunia,” ujarnya.
Di sisi lain, dia juga menjelaskan mengapa banyak pengusaha yang masih kesulitan untuk masuk dan berinvestasi di industri halal. Salah satu kendala diyakininya adalah sertifikasi yang membuat produk halal belum bisa diakui.
Apalagi, dia mengaku untuk dinyatakan sebagai produk halal, produsen harus mendapatkan sertifikasi terkait unsur dan proses produksi sebuah produk. Sayangnya, proses ini masih berbelit-belit dan mahal.
“Tahun ini kami masih banyak menghadapi kendala [dalam sertifikasi]. Biayanya dianggap tinggi, waktunya yang dibutuhkan lebih dari 100 hari yang artinya lebih dari 3 bulan,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, dia melanjutkan meskipun Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sudah memberikan penyederhaan sertifikasi ini melalui proses berbasis teknologi informasi (IT), tetapi dengan proses ini biaya yang harus dikeluarkan produsen untuk sertifikasi baru turun sepertiganya.
“Waktunya lebih diperpendek tetapi masih di 40 hari, [seharusnya] masih bisa di 21 hari. Biayanya jadi bisa diturunkan sepertiganya, apabila berbasis ICT tandatangan dan sebagainya bisa berbasis digital teknologi. Harusnya waktunya bisa lebih cepat,” tandasnya.
Bahkan, dia melanjutkan mengenai kawasan industri halal (KIH) yang selama ini dianggap membuat ongkos produksi menjadi lebih efisien, pemerintah saat ini terus mengevaluasi berbagai fasilitas baik fiskal maupun nonfiskal untuk memudahkan investor masuk ke sektor ini.
“Termasuk proses-proses yang disederhanakan, dapat technical assistance,” pungkas Sri Mulyani.