Bisnis.com, JAKARTA - Pengadilan Jepang akan memutuskan apakah pernikahan sesama jenis diperbolehkan konstitusi atau tidak pada hari ini, Rabu (30/11/2022) waktu setempat.
Dilansir dari channelnewsasia.com, Rabu (30/11/2022), Jepang merupakan satu-satunya negara G7 yang tak mengizinkan pernikahan sesama jenis.
Konstitusi Jepang mendefinisikan pernikahan berdasarkan "kesepakatan bersama dari kedua jenis kelamin", dan partai yang berkuasa dari Perdana Menteri Fumio Kishida belum berencana meninjau masalah tersebut atau merevisi undang-undang terkait.
Dari dua kasus berbeda terkait masalah tersebut, satu pengadilan memutuskan pernikahan sesama jenis adalah "inkonstitusional" sedangkan yang lainnya berpendapat sebaliknya.
Sementara itu, hari ini pengadilan distrik Tokyo akan memutuskan terkait kasus yang sama.
Sebagai pengadilan di Ibu Kota negara, keputusan pengadilan Tokyo dipercaya berpengaruh besar di seluruh Jepang karena akan membentuk tren, menurut pengacara dan aktivis.
Baca Juga
"Jika dua pengadilan distrik memutuskan larangan itu tidak konstitusional, itu berarti beberapa pengadilan mengatakan hal yang sama," kata Hajime Yamamoto, seorang profesor hukum publik di Universitas Keio.
Semakin banyak putusan hukum yang serupa pada akhirnya akan menekan anggota parlemen untuk membuat perubahan pada undang-undang pernikahan.
"Itu akan menjadi suara yang tidak bisa diabaikan," tambah Hajime.
Delapan orang terlibat dalam kasus yang akan diputuskan pada Rabu (30/11/2022), yang mengatakan larangan pernikahan sesama jenis bertentangan dengan konstitusi Jepang dan menuntut ganti rugi masing-masing sebesar 1 juta yen (US$7.200).
Saat ini, Jepang tidak mengizinkan pasangan sesama jenis untuk menikah atau mewarisi aset satu sama lain seperti rumah yang mungkin telah mereka tinggali bersama, dan tidak mengizinkan hak untuk anaknya.
Situasi ini juga berdampak ekonomi, karena perusahaan internasional merasa sulit untuk menarik, dan terlebih lagi mempertahankan karyawan yang merasa tak nyaman dengan peraturan di Jepang.
"Memikirkan masa depan hidup mereka, mereka tidak melihat apa-apa di Jepang. Jadi mereka pindah ke yurisdiksi yang lebih bersahabat seperti Amerika Serikat," kata Masa Yanagisawa, Kepala Layanan Utama di Goldman Sachs dan anggota Kelompok Aktivis Perkawinan untuk Seluruh Jepang.