Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Singapura bersiap untuk mencabut undang-undang era kolonial yang mengkriminalisasi hubungan seks antarsesama laki-laki. Langkah ini dinilai dapat menjadikan Singapura lebih menarik bagi perusahaan-perusahaan global yang secara aktif mendukung gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer (LGBTQ).
Seperti dilaporkan oleh Bloomberg, Minggu (21/8/2022). Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan akan menghapus hukuman terkait larangan berhubungan seks antarsesama laki-laki, yang dikenal sebagai Section 377A of the Penal code.
“Ini adalah hal yang benar untuk dilakukan, dan sesuatu yang sekarang akan diterima oleh sebagian besar warga Singapura. Sebuah langkah maju yang besar di kawasan di mana homoseksualitas menghadapi diskriminasi dan penuntutan,” kata Lee dalam pidato Hari Nasional, Minggu (21/6/2022).
Namun demikian, dalam pidatonya, dia tampak menunjukkan ekspresi untuk tidak ingin mengakomodasi pernikahan sesama jenis.
Seperti diketahui, Singapura sejak lama mengakomodasi UU yang menerapkan hukuman penjara maksimum dua tahun untuk para pelaku hubungan seksual sesame jenis.
“Kita perlu menemukan cara yang tepat untuk mendamaikan dan mengakomodasi adat istiadat tradisional masyarakat kita, dan aspirasi gay Singapura untuk dihormati dan diterima,” katanya.
Baca Juga
Langkah Singapura tersebut berpeluang membuat negara tersebut menjadi tujuan yang menarik bagi perusahaan yang secara aktif mendukung gerakan LGBTQ.
Sebab, selama bertahun-tahun, sejumlah perusahaan menghadapi kesulitan dalam memperoleh visa untuk pekerjanya yang memiliki pasangan sesama jenis.
Singapura termasuk di antara 69 negara yang mengkriminalisasi hubungan seks antarsesama laki-laki. Padahal, negara Asia Tenggara ini memiliki komunitas LGBTQ yang dinamis.
Beberapa upaya untuk membatalkan larangan seks antarsesama laki-laki telah gagal di pengadilan selama bertahun-tahun. Hal itu membuat Singapura tertinggal jauh di belakang negara pusat keuangan dan ekonomi utama lainnya.
Pengadilan tinggi India melegalkan hubungan seks antara laki-laki dalam keputusan penting pada tahun 2018 sementara Taiwan adalah satu-satunya yurisdiksi Asia yang secara hukum mengakui pernikahan sesama jenis. Thailand tahun ini telah bergerak ke arah mengizinkan serikat pekerja dari kelompok LGBTQ.
Sementara itu, Hong Kong telah mengizinkan pekerja ekspatriat gay untuk membawa pasangan mereka dengan visa dependen, sejak adanya putusan pengadilan 2018.
Sikap terhadap hak-hak gay berubah di Singapura. Hampir setengah dari responden dalam studi Ipsos yang diterbitkan pada bulan Juni lebih menerima hubungan sesama jenis daripada tiga tahun lalu. Sementara itu mereka yang mendukung larangan tersebut turun menjadi 44 persen, dari 55 persen pada 2018.
Peninjauan kembali undang-undang terhadap seks antar laki-laki kemudian diumumkan pada akhir Juli oleh Menteri Hukum dan Dalam Negeri K. Shanmugam. Dia mengatakan undang-undang harus dibahas dan diputuskan di parlemen dan bukan di pengadilan.
Menjelang pidato Lee, Straits Times melaporkan bahwa para pemimpin agama bersikap netral. Mereka menilai itu adalah keputusan pemerintah.
“Bagi kami, kami netral selama hak kami dilindungi. Itu saja. Kami tidak ingin mengkriminalisasi orang,” kata surat kabar itu mengutip Uskup Agung Singapura William Goh.