Bisnis.com, JAKARTA - Protes terhadap kebijakan Nol Covid-19 di China yang makin besar, memberi tekanan terhadap perlambatan ekonomi negara tersebut.
Dilansir dari Chanel News Asia (CNA), Selasa (29/11/2022), pengetatan kebijakan Nol Covid-19 kian membebani ekonomi China.
Direktur Pelaksana Beige Book China, Shehzad Qazi, mengatakan bahwa protes kebijakan tersebut justru kian menambah tekanan terhadap ekonomi China.
Diketahui, sepanjang akhir pekan, gelombang protes terus meletus di kota-kota di seluruh China. Beberapa kota di luar negeri, termasuk London dan Paris, digelar demonstrasi untuk mendukung mengakhiri kebijakan Nol Covid.
Kebakaran mematikan minggu lalu di Urumqi, di wilayah Barat Laut Xinjiang memicu kemarahan publik. Publik pun menyalahkan pembatasan karena menghambat upaya penyelamatan.
"Tetapi jika protes terus berlanjut, itu bisa mengaburkan prospek ekonomi. Tahun 2022 cukup lemah, saya pikir 2023 akan dimulai dengan catatan yang jauh lebih lemah pada saat itu," kata Shehzad.
Baca Juga
Sementara itu, Einar Tangen dari Taihe Institute mengatakan China harus menemukan keseimbangan antara menumbuhkan ekonominya dan menekan jumlah kasus Covid-19.
“Tapi gagasan bahwa entah bagaimana China ingin menyabot ekonominya sendiri, menurut saya keliru. Jelas, mereka menempatkan PDB (produk domestik bruto) dan pertumbuhan pada premi yang sangat tinggi. Tidak di atas kehidupan manusia, tetapi mereka pasti sangat memperhatikan hal ini," katanya.
Jebakan
Tangen mengatakan China akan berusaha untuk menghentikan protes massa terkait kebijakan Covid-19. Kendati demikian, katanya, pengunjuk rasa akan menemukan cara lain, termasuk di Internet, untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Menurut dia, keberhasilan China dalam menangani Virus Corona telah menjadi jebakan sekarang. Hal ini lantaran penduduk China bertanya-tanya mengapa negara itu tidak terbuka ketika yang lain melakukannya.
“Tapi faktanya long Covid memang ada. Ada 300 subvarian di luar sana dan beberapa di antaranya mampu mengatasi bahkan vaksin,”kata Tangen.
Beijing telah menekankan perlunya membawa lebih banyak investasi asing dan membangun kembali usaha kecil dan menengah yang mencakup sekitar 80 persen pekerjaan.
“Di sinilah perhatian mereka yang sebenarnya, masalahnya adalah bagaimana membawa mereka ke sana dan memiliki pembukaan yang aman dalam hal Covid,” kata Tangen.