Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan pemerintah Rusia membatasi pasokan energi gas ke Eropa melalui pipa Nord Stream 1 mendorong dua parlemen Jerman dilaporkan untuk mengesahkan undang-undang darurat tentang pengaktifan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara.
Meskipun langkah tersebut tampak memprihatinkan, Menteri Ekonomi lingkungan pemerintah Jerman, Robert Habeck menjelaskan bahwa regulasi tersebut dilakukan sebagai alat manajemen krisis jangka pendek.
Setelah menjadi perbincangan di meja pemerintahan, regulasi tersebut mendapatkan persetujuan akhir oleh majelis tinggi parlemen bersamaan dengan pembahasan mengenai langkah-langkah untuk meningkatkan perluasan energi terbarukan lainnya.
Seperti yang diketahui bersama, limbah penggunaan batu bara sangatlah berpolusi. Hal tersebut juga kemudian menjadi perhatian beberapa juru kampanye lingkungan yang berpendapat bahwa potensi kembalinya penggunaan energi yang sangat berpolusi seperti itu adalah kompromi yang terlalu jauh. Dikhawatirkan, kebijakan tersebut akan membawa Jerman dalam bahaya kehilangan bahkan target iklim yang paling mendasar sekalipun.
Klaus Ernst selaku ketua komite parlemen untuk perlindungan iklim dan energi, mengatakan bahwa keputusan untuk menyalakan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan bencana kebijakan iklim.
Sebelum konflik Ukraina pecah, Jerman berencana untuk menghapus batubara secara bertahap pada tahun 2030 karena jauh lebih intensif karbon daripada gas.
Tetapi, gagasan tersebut seakan sirna ketika pasokan gas dari Rusia kian menipis setelah Rusia berkali-kali mengurangi alirannya. Menjawab hal tersebut, langkah-langkah dilakukan untuk memulai kembali pembangkit listrik tenaga batu bara yang telah dihentikan beberapa waktu belakangan.
Meski sedikit mendapat perhatian dari para aktivis lingkungan, tak sedikit pelaku industri yang menyambut baik langkah tersebut. Dilansir dari The Guardian pada Kamis (8/9/2022), bos industri Jerman mengatakan “Politik dan ekonomi harus segera menggunakan bulan-bulan musim panas untuk menghemat gas, untuk memastikan fasilitas penyimpanan penuh menjelang musim panas mendatang. Jika tidak, kita menghadapi kekurangan gas yang parah dengan penurunan tajam dalam produksi industri. Dalam situasi tegang ini, yang terpenting adalah setiap hari dan setiap meter kubik gas yang bisa kita hemat,” jelasnya.
Untuk diketahui, fasilitas penyimpanan gas Jerman saat ini hanya terisi sepertiga saat perang pecah. Pada minggu lalu, fasilitas penyimpanan gas Jerman terisi hingga sekitar 63 persen dari total kapasitas, di berbagai upaya penghematan dan upaya untuk mendapatkan pasokan dari tempat lain.
Krisis energi yang terjadi di Jerman tak lain merupakan buntut panjang dari pemangkasan pasokan gas dari Rusia melalui pipa Nord Stream 1 yang mengalir melalui Laut Baltik ke Jerman telah berkurang menjadi sekitar 40 persen dari tingkat biasanya.
Lebih lanjut, pada Senin (5/9/2022), proyek pemeliharaan tahunan di jalur pipa Nord Stream 1 yang mulanya diperkirakan akan ditutup selama 10 hari,Hal tersebut jelas dipandang sebagai saat yang genting.
Tampak terdapat ketakutan yang meluas, didukung oleh Habeck dan tokoh pemerintah lainnya, bahwa Rusia dapat menggunakan kesempatan untuk menutup pipa sepenuhnya, dengan dalih bagian yang rusak.