Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revisi Pelabelan BPA Air Kemasan, Aspadin: Ini Konsekuensinya

Aspadin membeberkan konsekuensi terkait dengan rencana BPOM merevisi aturan pelabelan BPA pada Air Kemasan Galon.
Bisnis depo air atau air isi ulang masih menggiurkan di tengah pandemi virus corona (Covid-19)./istimewa
Bisnis depo air atau air isi ulang masih menggiurkan di tengah pandemi virus corona (Covid-19)./istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) menilai rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk merevisi aturan pelabelan Biosphenol-A (BPA) pada Air Kemasan Galon hanya akan membuka kotak pandora.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat menjelaskan, nantinya, kotak pandora tersebut bisa menimbulkan efek yang sulit dikendalikan apabila Peraturan BPOM No. 31/2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya pelabelan Biosphenol-A (BPA) pada Air Kemasan Galon direvisi

Dalam artian, dia mengatakan revisi akan menimbulkan adanya pelabelan bebas kandungan logam berat, pelabelan cemaran kimia, cemaran mikroba sehingga diibaratkan seperti membuka kotak pandora.

"Nantinya bakal ada ribuan pelabelan untuk ribuan makanan kemasan di Indonesia,” katanya dalam diskusi virtual Polemik Revisi Label BPA: Manfaat VS Mudharat, Sabtu (3/9/2022).

Rachmat melanjutkan, sejatinya pemerintah dan lembaga terkait termasuk BPOM telah memberikan keputusan yang menyebut bahwa air minum dalam kemasan dengan bahan polikarbonat telah aman dikonsumsi masyarakat.

Pada 2020, dia mengatakan, BPOM juga menggelar penelitian selama lima tahun terkait batas migrasi pada galon PET maupun polikarbonat. Dalam penelitian itu dinyatakan masih di bawah batas aman.

“BPOM meneliti ratusan jenis kandungan kimia dalam ratusan jenis kemasan. BPA hanya salah satu kandungan dari ratusan kemasan itu. BPOM menemukan bahwa semua berada di bawah ambang batas 0,01 bagian per juta. Artinya 1/60 dari batas aman (0,6 bpj),” ujarnya.

Oleh sebab itu, Rachmat kembali mempertanyakan keputusan BPOM untuk menerbitkan revisi atas Peraturan BPOM No. 31/2018 tentang Label Pangan Olahan, yang akan mewajibkan label BPA pada kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat.

Sementara itu, Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center Institut Pertanian Bogor (IPB) Nugraha Edhi Suyatma mengaku kurang sependapat dengan sisipan pasal 61 a dan b dalam revisi Peraturan BPOM No.18 tahun 2018.

Menurutnya dikhawatirkan akan menimbulkan mispersepsi pada konsumen, seolah kemasan plastik lain di luar polikarbonat terkesan aman, padahal BPA ada dimana-mana tidak hanya di polikarbonat, ada di kemasan kaleng, bahkan di botol bayi, itu juga harus dilabeli semua.

Dia menjabarkan, kandungan BPA justru terbanyak ada pada kemasan makanan kaleng, dengan hampir 90 persen bahan enamel pada kaleng merupakan hasil polesan epoksi yang bahan bakunya adalah BPA.

Alhasil, upaya menetapkan aturan label BPA menurutnya seperti membuat persepsi bahwa kemasan dengan label BPA free sudah aman.

“Padahal belum tentu. Karena dari PET juga memiliki risiko dari kandungan yang lain, seperti dari kandungan acetaldehyde lalu etilen glikol, dan dietilen glikol,” paparnya.

Nugraha pun menyampaikan kekhawatirannya jika rencana pelabelan ini tetap dilanjutkan, akan muncul praduga dari masyarakat bahwa BPOM mendukung salah satu pihak atau salah satu brand.

“Mau tidak mau akan muncul situasi demikian,” kata Nugraha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper