Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono mengingatkan Pemerintah, khususnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), untuk tidak membuat kebijakan yang kontraproduktif dengan komitmen pemerintah dalam rencana pembangunan nasional.
Hal itu disampaikan menyusul rencana BPOM menerbitkan aturan pelabelan risiko Bisfenol A (BPA) pada produk Air Minum dalam Kemasan (AMDK). Dalam rancangan peraturan itu, disebut-sebut akan mewajibkan pelabelan BPA pada AMDK galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC).
Ono menilai kebijakan itu bisa berimplikasi terhadap peralihan ke galon sekali pakai oleh masyarakat. Akhirnya, hal tersebut menimbulkan masalah baru yakni pencemaran lingkungan.
"Selama itu menimbulkan sampah plastik yang lebih banyak, maka pasti ini merupakan kebijakan yang tidak baik," kata Ono kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/7/2022).
Menurutnya, rencana pelabelan risiko mengandung BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat bertentangan dengan kebijakan atau program pemerintah. Pasalnya, sejak awal pemerintah menyampaikan komitmennya untuk mengurangi dampak sampah plastik dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan.
"Itu sangat bertentangan dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi pemakaian plastik, karena berpotensi merusak lingkungan," jelas politisi PDI Perjuangan tersebut.
Baca Juga
Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat itu mengungkapkan, sampah plastik termasuk galon sekali pakai, merupakan sampah yang bahannya sangat sulit terurai.
Ono menambahkan, di saat banyak negara sedang bermasalah dengan pangan dan energi, sepatutnya sektor industri juga menerapkan prinsip 3R (reuse, reduce, recycle) yang efektif dan efisien.
Hal senada juga menjadi perhatian organisasi lingkungan hidup Greenpeace. Menurut Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi, penggunaan plastik sekali pakai apalagi galon sekali pakai menjadi masalah baru bagi lingkungan dan kesehatan.
"Produsen harusnya segera beralih ke produk guna ulang serta membuka peta jalan pengurangan sampah mereka ke publik. Kami sendiri akan terus mengkampanyekan pemakaian produk guna ulang ini melalui sosial media,” ujarnya.
Adapun, galon plastik sekali pakai berbahan dasar PET juga berbahaya bagi kesehatan karena kandungan mikroplastik dan antimon trioksida yang lebih mudah luruh daripada BPA pada galon guna ulang.
Baru-baru ini Poltekkes Kemenkes Surabaya memaparkan temuan ilmiah, bahwa zat antimon pada galon plastik sekali pakai berbahan dasar PET, mudah terurai pada suhu luar ruangan di sekitar 32,5 derajat Celcius. Zat ini apabila dikonsumsi dalam dosis tinggi, bisa menyebabkan kondisi mual hingga kematian.
Sebelumnya, mantan Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning Proletariyati juga mengkritisi rencana BPOM untuk menerapkan label BPA atau Bisfenol A pada pada galon isi ulang. Dia meminta BPOM tidak tergesa-gesa memberlakukan regulasi baru soal labelisasi bahaya BPA pada galon guna ulang.
"BPOM tidak boleh memihak pada satu perusahaan apa pun, harus objektif kalau untuk kesehatan masyarakat," kata Ribka.
Sementara itu, anggota Komisi IX Dewi Aryani mempertanyakan pihak-pihak yang menyatakan air galon ulang membahayakan kesehatan. Ia menegaskan, pihaknya belum mendapatkan informasi yang mengatakan penggunaan BPA pada air galon guna ulang itu berbahaya untuk kesehatan.
"Sampai saat ini Komisi IX belum pernah mendengar ada isu itu," tegasnya.
Sebaliknya, bagi BPOM, pelabelan kandungan bisfenol-A alias BPA pada galon air minum guna ulang berbahan polikarbonat sangat urgen karena akan membuat pasar AMDK galon lebih sehat.
Sebab, migrasi BPA ke tubuh manusia melalui bahan pangan ditengarai dapat berdampak buruk pada kesehatan jika melampaui ambang batas tertentu.
Pada saat bersamaan, pelabelan BPA diyakini akan memacu kesadaran konsumen untuk memilih produk yang berlabel dan mengetahui implikasinya terhadap kesehatan atau sebaliknya.
Kemudian bagi industriawan, pelabelan juga akan mendorong untuk memperbaiki produknya dan meningkatkan inovasi.