Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah pihak, mulai dari aktivis lingkungan hingga Anggota DPR kecewa dengan rencana Badan Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang akan membuat regulasi pelabelan risiko Bisfenol A (BPA) pada galon air minum isis ulang.
Pasalnya narasi yang dibangun BPPOM terkait pelabelan tersebut, yang diklaim sebagai upaya perlindungan pemerintah atas potensi bahaya dari peredaran luas galon isi ulang di tengah masyarakat, dinilai menyesatkan dan justru menjadi kemunduran komitmen pengelolaan sampah oleh pemerintah.
“Permasalahan galon guna ulang harus dilabeli ini membuat kami-kami (aktivis lingkungan) patah hati, karena kami merasa ada narasi yang dibangun, bahwa galon sekali pakai lebih baik daripada galon ulang,” kata Aktivis Lingkungan dari Drivers Clean Action, Swietenia Puspa Lestari seperti di kutip, Jumat (8/7/2022).
Tenia juga telah menyampaikan pandangannya dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk ‘Menyoal Pelabelan Kemasan dan Dampaknya terhadap Lingkungan’ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/7). Tenia menyayangkan sudah masuknya propaganda galon sekali pakai lebih baik dari galon isi ulang.
“Kekhawatiran kami edukasi iklan-iklan sudah masuk ke sinetron-sinetron menyatakan galon sekali pakai itu lebih baik,” ungkap Tenia.
Menurutnya, dengan adanya isu kisruh BPA ini, masyarakat yang tadinya sudah beralih ke guna ulang isi ulang terpaksa atau merasa harus pindah ke sekali pakai. “Itu harus dicegah agar tidak kejadian salah persepsi tadi,” tegas Tenia.
Baca Juga
Kekecewaan beberapa diantaranya ditunjukkan dengan sudah ada petisi yang didukung sebayak 50.000 orang lebih, yang menolak galon sekali pakai. Selain itu ada juga lebih dari 8.000 orang yang mendukung PermenLHK 2019 No.75 terkait Peta Jalan Pengurangan Sampah dari Produsen yang diatur adalah manufaktur, retail, dan juga jasa makanan minuman serta akomodasi untuk menerapkan hirarki pengolahan sampah dari sumber.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini sependapat dengan Tenia. “Jadi, kalau kita lihat di masyarakat tentang plastik ini kan tidak hanya masyarakat itu enggak tahu, masyarakat enggak paham betul, apa yang harus dikritik terhadap sampah plastik ini,” ungkap Anggia.
Politikus PKB ini mendorong agar pemerintah segera membuat regulasi komprehensif terkait pengelolaan sampah plastik. “Artinya sebenarnya harus ada kebijakan yang memang komprehensif. Kalau kita memang harus benar-benar mengelola atau punya komitmen yang tinggi terhadap pengelolaan sampah,” tutur Anggia.
Anggota Komisi IX DPR Darul Siska mengungkap belum ada pembicaraan apapun dengan BPOM sebagai mitra kerja Komisi IX terkait rencana pelabelan BPA terhadap air minum kemasan galon. “Secara spesifik, saya jujur mengatakan Komisi IX belum mendiskusikan dengan badan POM,” ungkap Darul.
Ahmad Zainal, Ahli Polimer ITB menegaskan sebaiknya agar persepsi para pembuat kebijakan benar dulu agar tidak misleading. "Jangan terlalu banyak pelabelanlah, cukup dari izin-izin yang selama ini sudah ada. Juga sudah ada SNI untuk produk pangan. Hanya saja ruang lingkupnya perlu diperluas," kata Prof Zainal.
Data yang dikumpulkan para pemerhati lingkungan jika tidak ada kisruh BPA dan masyarakat tetap menggunakan galon air minum guna ulang, maka bisa menghemat sampai 250.000 ton plastik per tahun.