Bisnis.com, JAKARTA - Komisi IV DPR mengkritisi rencana revisi Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 31/2018 yang akan mewajibkan pelabelan Bisfenol-A (BPA) ke air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang berbahan polikarbonat (PC).
Pasalnya, menurut Anggota Komisi IV DPR, Firman Subagyo, rencana pelabelan BPA galon AMDK guna ulang berbahan polikarbonat justru berpotensi menambah tumpukan sampah AMDK galon sekali pakai. Sementara secara tidak langsung rencana kebijakan dari BPOM tersebut malah menguntungkan AMDK galon sekali pakai.
Menurutnya, pelabelan BPA akan memberi konotasi negatif kepada kemasan galon guna ulang polikarbonat yang telah diberi izin edar dan dinyatakan aman selama lebih dari 30 tahun. Kebijakan ini akan mendorong produsen air kemasan untuk beralih ke galon PET sekali pakai.
Aktivis lingkungan dan industri memperkirakan hal ini akan berpotensi menimbulkan sampah sebesar 1 miliar galon sekali pakai pertahun. “Secara ideal penanganan sampah dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah daerah atau pelaku industri yang turut berperan menyumbang tumpukan sampah tersebut,” ujar Firman seperti dikutip, Senin (18/7/2022).
Menurutnya sampah yang bersumber dari masyarakat perlu dilakukan edukasi dan fasilitasi pengelolaannya. Sementara sampah yang bersumber dari aktivitas ekonomi daerah secara umum, dikembalikan kepada pemerintah daerah.
Begitu pula dengan sampah yang bersumber dari industri, yang sepatutnya dikembalikan ke industri untuk dikelola kembali. Dengan begitu industri seharusnya mulai mengurangi wadah plastik sekali pakai dan lebih berinovasi kembali pada wadah plastik guna ulang.
Baca Juga
“Persoalan sampah, terutama sampah plastik ini amat berkaitan erat dengan isu kesehatan masyarakat serta sosial dan ekonomi. Itulah tugas daripada DPR. Ketika ada hal-hal yang berdampak negatif kepada rakyat, terlepas diminta atau tidak diminta, DPR harus ambil peran,” ujarnya,
Menurutnya, perundangan yang berdampak negatif atau tidak relevan tentu harus dilakukan revisi dan sesuaikan. "Kami di Baleg DPR RI sedang melakukan pengkajian terhadap perundangan yang terkait dengan penanganan sampah. Karena dampak sampah plastik sekali pakai ini, tidak hanya sekedar banyak tapi juga mengkhawatirkan terhadap aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan rakyat kita," jelasnya.
Total sampah nasional yang tercatat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2021 telah mencapai 68,5 juta ton. Sekitar 17 persen dari jumlah tersebut merupakan sampah plastik sekali pakai.
Indonesia sendiri pada 2019 tercatat sebagai negara dengan buangan sampah plastik sekali pakai per kapita terbesar keenam di Asia Tenggara. Salah satu yang mendorong masalah ini adalah gaya hidup massyarakat yang serba praktis, sehingga pemakaian plastik sekali pakai meningkat.
Musisi yang juga aktivis lingkungan, Agustinus Gusti Nugroho yang akrab disapa Nugie, juga mengomentari masalah sampah plastik ini. "Penggunaan (kemasan plastik) sekali pakai buang itu harus dikurangi karena bisa jadi limbah yang merusak lingkungan," ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, Nugie telah lama aktif berkampanye untuk meningkatkan kepedulian masyarakat agar membuat aksi nyata terkait isu lingkungan.
Menurutnya, kepedulian generasi muda terhadap sampah adalah penentu nasib lingkungan Indonesia di masa mendatang. Tanpa keterlibatan generasi muda, gerakan-gerakan penyelamatan lingkungan tidak akan menunjukkan perubahan yang signifikan.