Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk lebih komprehensif dalam menyusun regulasi terkait dengan kemasan produk makanan dan minuman.
Anggota DPR Komisi IX Nur Yasin berkomentar mengenai regulasi terkait bahan makanan yang sedang digodok Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Saat ini BPOM tengah merevisi Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 31/2018 yang rencananya mewajibkan pelabelan Bisfenol-A (BPA) dalam air minum kemasan galon berbahan polikarbonat.
Menurut anggota dari Fraksi PKB itu, revisi peraturan yang dilakukan BPOM seperti tidak mengharmonisasikannya dengan pendapat para ahli.
"Indonesia ini punya banyak ahli, hanya masalahnya kurang untuk saling berkomunikasi saja," kata Nur Yasin, Kamis (14/7/2022).
Nur khawatir, apabila kajian dilakukan tanpa menampung seluruh aspirasi kalangan masyarakat, maka aturan yang dilahirkan cenderung memihak kepada kelompok atau perusahaan tertentu.
Baca Juga
Menurutnya, pada prinsipnya setiap regulasi yang disusun wajib memenuhi tiga kriteria utama, yakni tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya, dibahas secara komprehensif, dan mencontoh kebijakan yang berhasil di negara lain.
"Presiden juga telah mencontohkan bahwa ketika kebijakan dikritik dan kritiknya benar, maka ditarik juga oleh presiden," kata Nur Yasin.
Sementara itu, aturan pelabelan BPA dinilai hanya menguntungkan perusahaan produsen air kemasan galon sekali pakai.
Persoalannya, ada konsekuensi berat yang ditimbulkan dari kebijakan ini yakni tak terkendalinya sampah plastik yang dewasa ini makin tak terbendung.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS dan Inaplas, pada 2021 jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 66 juta ton per tahun dan 3,2 juta ton di antaranya mencemari laut serta 30 persen sampah plastik mencemari lingkungan.
Kondisi ini pun berisiko merugikan kesehatan, terutama bagi masyarakat yang mengonsumsi makanan dari tanah dan laut yang sudah tercemar plastik.
Kalangan pakar kimia dan ahli pangan pun menyampaikan secara ilmiah, BPA yang ada dalam kemasan galon berbahan polikarbonat belum menunjukkan tanda-tanda yang bisa membahayakan kesehatan manusia.
Hal itu disebabkan ikatan polimernya yang sangat kuat dan cenderung tidak larut air serta bahannya tahan panas. Selain itu, produk galon guna ulang ini juga sudah memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).
Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin mengatakan, dari sisi ilmiah semua zat kimia yang menjadi bahan tambahan dalam pembuatan kemasan plastik itu perlu kontrol ketat.
"Yang penting, tetap dijaga agar polimer itu tidak terurai kembali menjadi bahan dasarnya. Oleh karenanya, kemasan-kemasan pangan tersebut diawasi ketat dan sudah diatur batas maksimalnya di aturan BPOM No. 20 Tahun 2019," ujarnya.