Bisnis.com, JAKARTA - Juru bicara G20, Maudy Ayunda menilai Negara mesti peduli pada isu perempuan dan membuka akses yang mendukung terciptanya kesetaraan gender.
Maudy mengatakan hal tersebut dalam diskusi yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema “Perempuan Berdaya untuk Pulih Bersama” Kamis (14/7/22).
Menurutnya, dengan memberikan ruang bagi perempuan untuk berkarya, maka negara dapat mencapai kemajuan.
"Jadi kalau ingin negara ini maju, maka kita juga perlu menaruh perhatian pada isu pemberdayaan perempuan. Dan, kita harus peduli dan memberikan jalur-jalur yang betul-betul mendukung kekesetaraan. Karena perempuan memiliki kemanusiaan yang sama dan berhak," ungkapnya.
Sebagai tuan rumah penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi G20 tahun 2022, komitmen Indonesia sangat kuat untuk mengangkat isu-isu perempuan. Pada Presidensi G20 Indonesia tahun ini, Indonesia mendorong isu-isu tersebut melalui aliansi G20 Eempower dan Engagement Group Women20 atau W20.
G20 Empower merupakan inisiatif Indonesia, berupa aliansi para pemimpin sektor swasta dan pemerintah untuk bersama memberikan pendampingan dan mendukung kemajuan pemimpin perempuan.
Secara konkrit, G20 Empower akan membahas bagaimana meningkatkan peran perempuan di perusahaan, mendorong UMKM milik perempuan sebagai penggerak ekonomi, dan bagaimana membangun dan meningkatkan ketahanan dan keterampilan digital perempuan untuk masa depan.
Sementara itu, Engagement Group W20 adalah forum dialog dalam G20 yang mewakili suara perempuan. Misinya adalah mendorong komitmen para Pemimpin negara dalam pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.
W20 terus mengangkat kedua isu ini di setiap diskusi G20 dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan serta investasi demi pertumbuhan yang inklusif.
Forum W20 lebih luas membahas diskriminasi dan kesetaraan, inklusi ekonomi untuk UMKM perempuan, ketahanan perempuan marjinal di pedesaan dan penyandang disabilitas, serta kesetaraan respon kesehatan.
Terbentur Pandangan Kultural
Maudy melihat perempuan memiliki kontribusi yang besar di masyarakat. Namun, menurutnya, dalam upaya mengatualisasi diri, perempuan Indonesia terbentur pandangan kultural.
"Misalnya dari pengalaman saya sendiri, ketika hendak kuliah di luar negeri, ada saja yang bilang buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau nanti akhirnya di rumah saja. Atau anggapan yang mengatakan perempuan tidak perlu berkontribusi sebesar itu. Ini sebenarnya masuk ke alam bawah sadar dan mempengaruhi mindset dan kondisi emosinal saya," tuturnya.
Pada titik ini, lanjutnya, Maudy ingin mengajak para perempuan di Indonesia untuk -apa yang ia sebut sebagai- kemandirian, bukan hanya kemandirian secara finansial melainkan juga kemandirian berpikir.
"Saya ingin mengajak para perempuan di luar sana untuk mandiri, bukan hanya kemandirian yang tipikal, maksudnya finansial, tapi kemandirian dalam berpikir juga," katanya.
Proses mencerdaskan diri, kata Maudy, merupakan sebuah aksi yang sangat powerful bagi perempuan. Maka dari itu, ia mendorong para perempuan untuk memmiliki target dalam menempuh pendidikannya. Dengan begitu, akan ada terobosan dari setiap individu untuk dirinya.
Menurutnya, kemandirian berpikir seseorang didapatkan melalui pendidikan. Sebab proses berpikir yang sistemis itu, tambahnya, tidak didapatkan dengan sendirinya, melainkan melalui bacaan, berbicara dengan orang lain, membuka diri terhadap beragam perspektif dan lain-lain.
"Saya rasa kita akan mendapatkan kekuatan lebih di situ untuk bisa memiliki opini-opini sendiri, juga tidak terbawa alur-alur atau ekspektasi atau beban-beban di luar sana yang mungkin akhirnya, merugikan perempuan," tutupnya.