Bisnis.com, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh memvonis bebas dua terdakwa pembangunan jetty Kuala Krueng Pudeng, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar dengan nilai Rp13,3 miliar.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Deni Syahputra pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, Sabtu (11/6/2022).
Kedua terdakwa yakni M Zuardi dan Taufik Hidayat. Terdakwa M Zuardi hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya Mirdas Ismail. Sedangkan, terdakwa Taufik Hidayat didampingi penasihat hukumnya Junaidi dan Zulfan.
Persidangan berlangsung tatap muka itu, juga dihadiri jaksa penuntut umum (JPU) Dikha Savana dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar.
Putusan tersebut berbeda dengan tuntutan JPU. Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut kedua terdakwa masing-masing dengan hukuman tujuh tahun enam bulan penjara serta denda Rp300 juta subsider enam bulan penjara.
JPU menyatakan kerugian negara dalam perkara tersebut mencapai Rp2,3 miliar. Kedua terdakwa bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Baca Juga
Terdakwa M Zuardi selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pembangunan jetty Kuala Krueng Pudeng pada Dinas Pengairan Provinsi Aceh tahun anggaran 2019. Sedangkan terdakwa Taufik Hidayat merupakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek tersebut
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan kedua terdakwa tidak terbukti bersalah seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum dengan menyetujui pembayaran pekerjaan sebesar Rp13,3 miliar.
Uang yang dibayarkan tersebut tidak sesuai dengan volume pekerjaan. Akan tetapi, kata hakim, tidak ada bukti dan keterangan saksi di persidangan menyatakan keduanya bersalah.
Sebaliknya, kedua terdakwa sudah menjalankan tugas pokok dan fungsi yang sesuai dalam pelaksanaan pembangunan jetty tersebut.
"Membebaskan terdakwa M Zuardi dan terdakwa Taufik Hidayat, karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum," kata hakim.
Fakta di persidangan, tidak ada seorang saksi pun menyatakan terdakwa M Zuardi menandatangani pembayaran termin setiap progres pekerjaan.
Terdakwa hanya menandatangani pencairan uang muka pekerjaan yang menjadi hak rekanan pelaksana.
"Terdakwa M Zuardi tugasnya hanya sampai perencanaan, tidak pada pelaksanaan pekerjaan karena digantikan pejabat lainnya. Sedangkan pencairan termin ditandatangani pejabat lainnya pengganti terdakwa dalam jabatan yang sama," kata hakim.
Begitu juga dengan terdakwa Taufik Hidayat, kata hakim, tidak ada fakta hukum di persidangan membuktikannya bersalah. Saksi dan ahli menyatakan permasalahan pada pembangunan jetty terjadi karena kesalahan konstruksi.
"Fakta hukum di persidangan menyatakan terdakwa sudah melaksanakan pekerjaan sesuai tugas pokok dan fungsinya. Karena itu, yang bertanggung jawab adalah pelaksana pekerjaan," kata hakim pula.
Atas putusan tersebut, kedua terdakwa melalui penasihat hukumannya menyatakan menerima. Sedangkan jaksa penuntut umum menyatakan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.