Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sebanyak 780 kasus cacar monyet terkonfirmasi di sejumlah negara di luar Afrika. Jumlah kasus itu hampir tiga kali lipat dari 257 kasus yang dilaporkan pada pekan lalu.
Pasalnya, jumlah tersebut disebut terlalu rendah dalam tiga pekan terakhir mengingat tingkat risiko global yang terus meningkat.
WHO mengklaim infeksi cacar monyet hanya bergejala ringan dan tidak berbahaya, tetapi yang perlu diwaspadai adalah penyebarannya terjadi pertama kali di luar Afrika Tengah dan Barat.
Seperti dikutip dari BBC.com, Senin (6/6/2022), WHO menyatakan kasus tersebut telah diidentifikasi di 27 negara walaupun belum masuk kategori endemi.
Adapun, sebagian besar kasus baru tersebut berada di Eropa dan Amerika Utara serta sejumlah kecil di Meksiko, Argentina, Maroko, dan Uni Emirat Arab. Inggris mencatat kasus terbanyak dengan 207 kasus, diikuti oleh Spanyol dengan 156, dan Portugal dengan 138 kasus.
Penyebaran yang cukup masif tersebut dicurigai WHO terjadi bukan karena kontak erat dengan kasus-kasus yang telah dikonfirmasi sebelumnya, tetapi ada transimisi virus yang belum terdeteksi hingga saat ini.
Baca Juga
Sekadar informasi, cacar monyet adalah infeksi virus yang ditandai dengan bintil bernanah di kulit. Cacar monyet atau monkeypox pertama kali muncul di negara Republik Demokratik Kongo pada 1970.
Pada awalnya, penyakit cacar monyet memiliki gejala yang serupa dengan cacar air, yaitu bintil berair. Seiring perkembangan penyakit, bintil berair berubah menjadi bernanah dan menimbulkan benjolan di leher, ketiak, atau selangkangan akibat pembengkakan kelenjar getah bening.