Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Sebut Embargo yang Dilakukan Uni Eropa dan Sekutu Tak Ngefek ke Rusia

Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengatakan embargo minyak mentah akan memukul perekonomian negara-negara Uni Eropa dan sekutunya.
Alat pengebor minyak bumi/Antara
Alat pengebor minyak bumi/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Embargo minyak mentah dan produk minyak dari Rusia yang dilakukan Uni Eropa dan sekutu barat diprediksi bakal menjadi senjata makan tuan.

Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengatakan, tindakan tersebut justru akan memukul perekonomian negara-negara Uni Eropa dan sekutunya.

"Saya berkeyakinan, dalam jangka panjang, larangan minyak masuk ke Eropa oleh negara-negara Eropa sendiri akan merugikan publik Eropa," kata Achmad melalui kanal YouTubenya, dikutip Kamis (2/6/2022).

Sebagaimana diketahui, para pemimpin Uni Eropa telah bersepakat untuk melakukan embargo minyak mentah dan produk minyak Rusia akibat invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari lalu.

Serangkaian sanksi telah dijatuhkan Uni Eropa dan sekutunya untuk melumpuhkan perekonomian Rusia dan memaksa negara tersebut untuk menghentikan serangannya ke Ukraina.

Namun, Achmad menilai Rusia akan memenangkan 'perseteruan' tersebut lantaran Rusia memiliki satu komoditas yang sangat dibutuhkan oleh dunia. Selain itu, Rusia sepertinya tak berencana untuk mengurangi produksi minyaknya dan berusaha menjadi yang terdepan dalam menghasilkan minyak dan gas bumi.

Berdasarkan data dari International Energy Agency (IEA), negara-negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang bergantung pada impor minyak Rusia didominasi oleh negara-negara Eropa Timur. Misalnya, negara Lithuania yang hampir 80 persen minyaknya bergantung dari Rusia. Kemudian, Finlandia, Slovakia, Polandia hingga Hungaria dimana lebih dari 40 persen minyaknya berasal dari Rusia.

Kemudian, berdasarkan data dari Statista, negara-negara seperti Makedonia Utara, Bosnia dan Herzegovina, dan Moldova 100 persen bergantung pada gas Rusia, diikuti Finlandia 94 persen, Latvia 93 persen, Bulgaria 77 persen, Jerman 49 persen dan Italia 46 persen.

Melihat fakta-fakta tersebut, Achmad semakin yakin bahwa langkah yang diambil Uni Eropa dan sekutunya  bakal menjadi boomerang lantaran minyak menjadi komoditas yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, kata dia, tak mudah untuk mencari pengganti minyak dari Rusia lantaran produksi-produksi minyak di dunia dibatasi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC).  

Rusia Cukup Kuat Bertahan

Mengingat serangkaian sanksi yang telah diterima Rusia, Achmad menilai Rusia adalah negara yang cukup kuat untuk bertahan.

"Embargo atau sanksi yang diberikan kepada Rusia ini memang belum bisa menghentikan Rusia untuk berhenti menyerang Ukraina. Dan ini sebetulnya menunjukkan bahwa sanksi-sanksi itu tidak berhasil," jelas dia.

Menurut dia, sanksi disebut efektif apabila sanksi tersebut mampu menghentikan invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina. Namun, serangan tersebut masih berlangsung, seakan sanksi-sanksi tersebut tak dianggap serius oleh Rusia.

"Ini menunjukkan bahwa Rusia sudah mempersiapkan diri dengan cukup baik  dan memperhitungkan segala sesuatunya dan saya kira seluruh sanksi saat ini belum efektif menghentikan perang," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper