Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu membuat kejutan. Di tengah situasi politik yang kian dinamis, Jokowi tiba-tiba mengeluarkan perintah yang tidak biasa soal capres pencapresan pada 2024.
Perintah itu disampaikan kepada para pendukung dan relawan setianya, Pro Jokowi alias Projo.
“Urusan politik.. ojo kesusu sek, jangan tergesa-gesa,” demikian kata Jokowi dalam sebuah acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Projo di Magelang, Jawa Tengah.
Pernyataan Jokowi itu tentu menimbulkan syak wasangka. Apa maksud dan tujuan pernyataan Jokowi. Apalagi setelah itu, bekas Wali Kota Solo tersebut menyambungnya dengan kalimat yang bikin dahi semakin mengkerut.
“Mungkin.. mungkin..yang kita dukung ada di sini,” ujarnya yang direspons riuh oleh pendukungnya.
Tak jelas siapa sosok yang dituju Jokowi. Namun, banyak analis atau pemerhati politik menyebut bahwa pernyataan tersebut ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Sebab, jika melihat jajaran orang yang hadir dalam acara Projo tersebut, satu-satunya tokoh yang punya kans maju sebagai capres hanya Ganjar Pranowo.
Ada banyak indikator yang mendukung argumentasi tersebut selain populer dan punya elektabilitas selangit, pemilihan Magelang, Jawa Tengah, yang merupakan wilayah kekuasaan Ganjar, sebagai lokasi rakernas Projo juga mengundang tanda tanya.
Ada apa dengan Magelang? Kenapa dipilih sebagai lokasi rakernas bukan di Jakarta atau di Jawa Barat?
Jawabannya juga sangat sepele, masalah protokoler. Lazimnya protokol di negara berkembang, kalau seorang Presiden datang ke sebuah wilayah, akan didampingi oleh kepala daerah tingkat satu atau jajaran birokrat lainnya.
Ganjar sebagai wakil presiden di daerah mau tidak mau harus hadir. Momentum inilah yang dimanfaatkan oleh para relawan untuk memberi sinyal, siapa sosok yang akan mereka dukung pada 2024. Karena yang datang Ganjar, ya munculah analisa liar soal dukungan Jokowi kepada rekan separtainya itu.
Beda cerita kalau rakernas Projo berlangsung di DKI Jakarta, terus yang hadir mendampingi Jokowi, Anies Baswedan. Kalau Anies datang di Rakernas Projo, mayoritas analis dan praktisi politik pasti akan berkesimpulan Jokowi mendukung Anies untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan.
Oh ya, kalau di DKI acaranya mungkin akan berlangsung di Jakarta International Stadium (JIS), proyek paling dibanggakan oleh Anies Baswedan selama 5 tahun memimpin ibu kota. Saking bangganya, semua kegiatan dari salat Idul Fitri hingga acara-acara yang enggak ada kaitannya dengan olahraga digelar di JIS. Apapun acaranya, JIS lokasinya. Mumpung anyar.
Entah benar atau tidak analisa itu, semuanya masih misteri. Jokowi, seperti laiknya politikus dengan background sosial dan budaya Kota Solo, memiliki gestur yang sulit ditebak. Apa yang tersirat, belum tentu dimaknai secara tersurat. Backstage dan fronstage-nya Jokowi itu tidak tentu. Bisa jadi benar, Jokowi sedang mendorong Ganjar sebagai calon presiden (capres) 2024.
Tetapi juga bisa sebaliknya. Jokowi hanya sedang test the water dengan sengaja mengeluarkan pernyataan itu untuk melihat respons lawan politik dan sampai sejauh mana pernyataannya bisa memengaruhi konstelasi politik saat ini.
Selain itu, pernyataan Jokowi tersebut juga bisa dimaknai sebagai bergaining politiknya terhadap PDI Perjuangan (PDIP). Partai penguasa yang secara kebetulan tempat Jokowi dan Ganjar bernaung.
Apalagi, sampai sejauh ini PDIP juga sedang terlibat ‘perang urat syaraf’ dengan Ganjar. Ganjar dinilai mbalelo dan beberapa kali tidak diundang dalam kegiatan partai. Ya, perlakuan ini sepintas mirip dengan Jokowi saat akan maju sebagai calon presiden pada tahun 2014 silam.
Bedanya, jika Ganjar lawan Puan Maharani, Jokowi langsung berhadapan dengan owner-nya PDIP, Megawati Soekarnoputri. Meski sempat panas dingin, Megawati akhirnya angkat tangan dan merelakan Jokowi maju jadi capres, terpilih dua kali lagi.
Pernyataan Jokowi itu juga seolah ingin menegaskan posisi politik dan kemana arah dukungannya. Namun di sisi lain, dia secara tidak langsung juga sedang membuka kans untuk berkonfrontasi dengan mayoritas elite PDIP yang menolak Ganjar Pranowo.
Atau barangkali, pernyataan Jokowi tersebut memang sengaja dilontarkan untuk menyentil Ganjar. Istilah ojo kesusu, sengaja dilontarkan presiden ke forum supaya Ganjar tidak grusa-grusu dan tingkah laku politiknya tidak berbuah bumerang bagi mantan anggota Komisi III tersebut.
Dia secara tersirat meminta Ganjar kalem, ojo kesusu. Kalau sudah mangsane (saatnya) baru sat set.. rak nganggo suwe alias enggak pakai lama. Jokowi sadar betul, politik tidak hanya modal elektabilitas tinggi dan media sosial, tetapi juga bicara momentum, perhitungan, peluang dan keberuntungan.
Apalagi, konstelasi politik belakangan ini memang cukup dinamis. Para tokoh bahkan pejabat publik semakin aktif dan narsis untuk ngemis suara rakyat. Partai politik juga semakin rajin melakukan eksperimen politik. Salah perhitungan sedikit, bisa meleset, dan rusak sudah susu sebelanga.