Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa pada 2030 Tanah Air ditargetkan untuk terbebas dari penyakit malaria. Adapun, 5 regional telah ditetapkan sebagai target eliminasi untuk mencapai bebas malaria.
Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kemenkes, Tiffany Tiara Pakasi mengatakan untuk mencapai target, perlu dilakukan intensifikasi pelaksanaan penanggulangan malaria secara terpadu dan menyeluruh.
"Keberhasilan Indonesia Bebas Malaria 2030 ditentukan oleh keberhasilan deteksi dini kasus malaria di masyarakat, terutama kasus pada penduduk migran. Deteksi kasus penduduk migran adalah terkait dengan kewenangan sektor di luar kesehatan,'' katanya lewat keterangan tertulis, Senin (25/4/2022).
Tiffany melanjutkan malaria adalah penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di beberapa wilayah Indonesia, terutama pada kawasan timur Indonesia.
Jumlah kasus malaria di Indonesia pada 2021 sebesar 304.607 kasus, jumlah ini menurun jika dibandingkan jumlah kasus pada 2009 yang mencapai 418.439 kasus.
"Berdasarkan jumlah kasus tersebut diketahui angka kasus kesakitan malaria, yang dinyatakan dengan indikator Annual Paracite Incidence (API) sebesar 1,1 kasus per 1000 penduduk," tuturnya.
Tiffany menjelaskan pencapaian Indonesia Bebas Malaria 2030 didahului dengan pencapaian daerah bebas malaria tingkat provinsi dan sebelum itu seluruh kabupaten/kota di Indonesia harus sudah mencapai bebas malaria.
"Sampai dengan 2021, sebanyak 347 dari 514 kabupaten/kota atau 68 persen sudah dinyatakan mencapai eliminasi. Dalam rangka mencapai target Indonesia Bebas Malaria tahun 2030, maka dibuat regionalisasi target eliminasi," katanya.
Terdapat 5 regional yaitu regional pertama terdiri dari provinsi di Jawa dan Bali; regional kedua terdiri dari provinsi di Sumatra, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat; regional ketiga terdiri dari provinsi di Kalimantan dan Maluku Utara, regional keempat terdiri dari provinsi Maluku dan Nusa Tenggara Timur; dan regional kelima terdiri dari Provinsi Papua dan Papua Barat.
Menurutnya, keberhasilan juga ditentukan oleh pengendalian faktor lingkungan. Hal ini disebabkan adanya tempat perkembangbiakan nyamuk seperti tambak terbengkalai, persawahan, perkebunan dengan genangan air, rawa, lagun, dan lingkungan dengan genangan air lainnya.
"Dibutuhkan keterlibatan masyarakat dan sektor swasta, seperti perusahaan pertambangan, perusanaan perkebunan, dan perusahaan-perusahaan lain yang memberikan dukungan sumber daya sebagai tanggung jawab sosial perusahaan," kata Tiffany.