Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Alpha Amirrachman meminta pengembalian frasa ‘madrasah’ ke dalam batang tubuh Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) karena penting untuk menegaskan kesetaraan antara madrasah dengan sekolah umum.
“Nah, ini sangat penting sekolah dan madrasah disebut dalam satu tarikan napas agar ada semangat kesetaraan di antara keduanya agar madrasah itu tidak tertinggal. Itu disebut di dalam batang tubuh aja masih sering kali tidak diperhatikan, apalagi ditaruh di penjelasan,” kata Alpha dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/4/2022).
Hilangnya kata ‘madrasah’ di dalam Sisdiknas, kata Alfa, disesalkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebab, konsekuensi dari hilangnya frasa tersebut akan berakibat pada hilangnya landasan hukum bagi madrasah.
Melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud-Ristek) diminta untuk memasukkan kembali kata ‘madrasah’ dalam draf revisi RUU Sisdiknas.
“Dari Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, kami sangat menyesalkan hilangnya frasa atau kata ‘madrasah’ di RUU Sisdiknas, bahwa sebagaimana disampaikan oleh Menteri bahwa frasa ‘madrasah’ akan ada di penjelasan itu juga tidak betul, tidak pas,” kata Alpha.
“Berdasarkan UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa penjelasan itu tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk peraturan lebih lanjut, tidak bisa,” imbuhnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, diauga meminta Kemdikbudristek untuk membentuk panitia kerja nasional RUU Sisdiknas untuk mengawal dan memulai ulang penyusunan RUU dari awal lagi dengan lebih teliti.
Menyambung Alpha, Sekretaris PP Muhammadiyah, Agung Danarto, menyampaikan kritik lain terkait penerapan Kurikulum Merdeka bagi seluruh sekolah.
Sebab, guru mesti memiliki kreativitas dan keterampilan memadai dalam menyusun mata pelajaran. Di samping itu Agung menilai hanya sekolah yang difasilitasi pendampingan dan anggaran seperti sekolah penggerak saja yang dapat menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mudah.
“Bagaimana sekolah yang tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan pendampingan dan anggaran seperti sekolah penggerak? Misalnya sekolah-sekolah di daerah terpencil, termarjinalkan yang tidak memiliki kemampuan anggaran tentu ini akan menjadi kendala,” kata Agung.
Terkait polemik hilangnya frasa ‘madrasah’, Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebelumnya telah memberikan klarifikasi.
Nadiem mengatakan selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Kemenag dalam menentukan program pendidikan, termasuk proses revisi RUU Sisdiknas.
“Kemendikbud-Ristek selalu bekerja sama dan berkoordinasi dengan Kementerian Agama terkait berbagai upaya dan program-program peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dengan mengedepankan gotong-royong dan inklusif. Semangat tersebut juga kami bawa ke dalam proses revisi RUU Sisdiknas,” kata Nadiem melalui video yang diunggah di Instagram resminya, Rabu (30/3/2022).
Dia menegaskan tidak pernah ada niat menghapus ‘madrasah’ dari Sisdiknas.
“Sedari awal tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah, madrasah, atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional. Sebuah hal yang tidak masuk akal dan tidak pernah terbersit sekali pun di benak kami,” tegasnya.
Madrasah tetap masuk Sisdiknas dan diatur melalui batang tubuh RUU Sisdiknas. Dia mengatakan penamaan spesifik jenis sekolah akan dipaparkan di bagian penjelasan agar tidak terikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel.
“Sekolah maupun madrasah secara substansi tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh RUU Sisdiknas. Namun penamaan secara spesifik, seperti SDN, MI, SMP, dan MTs atau SMA, SMK dan MA akan dipaparkan di bagian penjelasan,” ucapnya