Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Tumpahan Minyak Montara, Luhut: Kita Akan Fight!

Menko Luhut akan melakukan fight at all cost soal tumpahan minyak Montara.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (27/9/2021). /Antara
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (27/9/2021). /Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menyiapkan dua langkah hukum terkait kelanjutan peradilan kasus tumpahan minyak akibat ledakan kilang Montara yang mencemari perairan Timor pada 2009.

Tumpahan minyak milik perusahaan Thailand, PTT Exploration dan Production (PTTEP), itu telah mengakibatkan dampak serius terhadap lingkungan, kesehatan, dan mata pencaharian masyarakat di wilayah pesisir dan laut Timor Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mendukung penuh upaya penyelesaian kasus ini untuk memastikan hak-hak masyarakat terdampak terpenuhi.

Kemenko Marves akan menyampaikan izin pemrakarsa bagi pembuatan Peraturan Presiden (Perpres). "Berdasarkan UU No. 12/2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan, maka dengan ini kami menyatakan akan menyampaikan izin permohonan pemrakarsaan bagi pembentukan peraturan perundangan-undangan presiden dilakukan oleh Kementerian Kemaritiman dan Investasi," ujar Luhut, dikutip dari siaran pers, Sabtu (2/4/2022).

Luhut menambahkan, jika Perpres tersebut sudah terbit, Tim Task Force Montara segera mengeksekusi Perpres tersebut di lapangan, yakni mengajukan gugatan baik di dalam negeri yang dikoordinir oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta gugatan di luar negeri yang dikoordinir oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Luhut pun meminta dukungan moril dari seluruh masyarakat di NTT, khususnya bagi masyarakat di 13 kabupaten/kota yang terkena dampak tumpahan minyak Montara 2009.

"Pemerintah akan melakukan fight at all cost. Langkah ini merupakan bentuk sikap Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat dengan melakukan upaya-upaya hukum untuk membela kepentingan rakyat kita," kata Luhut.

Selain itu, langkah serius pemerintah dalam menyelesaikan kasus ini juga dipandang sebagai bentuk kehadiran negara dalam membela warganya yang tengah mengalami masalah.

"Kalau kita lihat dari gambarnya itu, betapa hancurnya rumput laut yang menjadi mata pencaharian warga. Itu harus dihitung. Belum lagi kerusakan terhadap tubuh manusia karena memakan ikan yang terkontaminasi dan seterusnya. Jadi tidak bisa main-main. Makanya kami [pemerintah] betul-betul serius menangani kasus ini. Kami akan fight at all cost," imbuhnya.

Adapun, Pengadilan Federal Australia di Sydney akhirnya memenangkan gugatan class action 15,481 petani rumput laut dan nelayan di dua kabupaten di NTT, yakni Kabupaten Kupang dan Rote Ndao pada Maret 2021 lalu.

Hakim Pengadilan Federal Australia David Yates mengatakan, tumpahan minyak yang bersumber dari ledakan anjungan minyak di lepas pantai Montara milik PTTEP pada 21 Agustus 2009, telah menyebabkan kerugian secara material, kematian, serta rusaknya rumput laut yang menjadi mata pencaharian masyarakat setempat.

Peristiwa itu bermula ketika terjadi ledakan unit pengeboran di anjungan minyak lepas pantai Montara yang menumpahkan minyak dan gas. Total luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92.000 meter persegi.

Departemen Sumber Daya, Energi, dan Turisme Australia memperkirakan aliran minyak yang tumpah sekitar 2000 barel per hari. Tumpahan minyak ini baru bisa teratasi pada November 2009 atau setelah 74 hari dan menumpahkan sekitar 40 juta liter minyak ke perairan antara Indonesia dan Australia.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2009 melansir, 29 hari setelah ledakan, tumpahan minyak menyebar ke arah barat, berada sekitar 110 km pesisir Namodale, Rote Ndao dan 121 km Oetune, Kupang, NTT.

Citra satelit Terra-MODIS pada 28 September 2009 mendeteksi tumpahan minyak kembali mendekati perairan Indonesia dengan jarak paling dekat, sekitar 47 km dari pesisir Rabe, Kupang dan 65 km dari Batuidu, Rute Ndao, NTT. Tumpahan minyak ini menghancurkan panen rumput laut para petani pada 2009. Pemerintah menemukan ada 13 kabupaten di NTT yang terkena dampak dari kasus Montara.

Berbagai upaya dilakukan masyarakat untuk menuntut keadilan. Pada 2016, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni mendaftarkan gugatan kepada pemerintah Federal Australia dan perusahaan pencemar asal Thailand PTTEP. Rakyat NTT yang menjadi korban pencemaran minyak itu mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pemerintah Federal Australia di PBB sebesar US$15 miliar atau sekitar Rp209,3 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper